Bisnis.com, JAKARTA –Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) disorot karena dinilai tak melaksanakan perintah Presiden Jokowi agar memberantas mafia tanah. Meski sudah menggelar rapat koordinasi penanganan kejahatan pertanahan dengan sejumlah penegak hukum, baik kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi dan penyidik Polda se-Indonesia, penanganan kasus mafia tanah masih saja terjadi.
Seperti dirasakan oleh Artis Nirina Zubir. Dia menjadi korban mafia tanah yang merugikan keluarganya hingga sebesar Rp17 miliar. Kasus yang melibatkan notaris serta orang dalam dari keluarga Nirina masih berlangsung hingga saat ini.
Persoalan di lapangan yang menimpa korban warga biasa malah lebih pelik. Selain perampasan dilakukan dengan dokumen palsu dan lemah secara hukum, pelibatan preman untuk mengintimadasi korban juga kerap dilakukan.
Kasus perampasan lahan yang melibatkan preman serta dokumen kepemilikan yang lemah itu, contohnya, pernah menimpa warga Tangerang bernama Tonny Permana. Dia memiliki tanah dengan dokumen SHM 03563,SHM 03564 & SHM 03501 du Salembaran Jaya, Tangerang yang sah, namun aset itu diserobot oleh pengembang properti dengan mengerahkan massa preman.
Bahkan SHM milik Tonny Permana telah dijual ke masyarakat secara sewenang-wenang, yang diklaim oknum dengan menggunakan girik yang diduga palsu, tidak jelas asal-usulnya. Kemudian kasus lainnya menimpa Keluarga Masto dan Mastono Sukardi di kawasan Dadap yang sudah bertahun-tahun digugat dengan modus sertifkat ganda.
Daftar kasus itupun semakin melemahkan wibawa Kementerian ATR/BPN terlebih lagi telah dibentuk Tim Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah yang bekerja sama dengan Polri pada 2018. Nyatanya, kondisi di lapangan mafia tanah sulit diberantas.
Pakar Hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Muzakir mengatakan dalam mengatasi masalah mafia tanah yang belakangan ini kian mengkhawatirkan, Presiden Joko Widodo sebaiknya memanggil Menteri ATR/ BPN.
"Presiden seharusnya kumpulkan menteri ATR/BPN, polisi dan jaksa dan menteri yang terkait dengan mafia tanah dan dikasih batas waktu untuk dievaluasi," kata Muzakkir ketika dihubungi wartawan, akhir pekan lalu.
Bila tim Kementerian ATR/BPN dan Kepolisian Negara RI yang dibentuk mulai tahun 2018, sebagai tindak lanjut dari MoU antara Menteri ATR/Kepala BPN dengan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor Nomor 3/SKBIII/2017 dan Nomor B/26/11/2017 tidak efektif juga, kata dia, maka Presiden harus tegas.
"Jika tidak efektif atau mandek pejabat yang bersangkutan sebaiknya diberhentikan," ungkap dia.
Pasalnya, para mafia tanah ini kerap menyengsarakan masyarakat, untuk kepentingan mereka dalam membangun sebuah usaha dari bisnis properti. "Yang diuntungkan adalah orang yang memiliki uang yang berlimpah untuk bisnis properti atau bisnis lainnya yang berbasis tanah," kata dia.
Sedangkan pihak yang dirugikan, kata Muzakkir, para pemilik tanah yang tidak memiliki bukti atas kepemilikan tanah, sehingga para mafia tanah ini kerap menindas warga yang seperti itu. "Pihak yang dirugikan adalah para pemilik tanah yang posisi nya rentan terhadap bukti kepemilikan atas tanah," kata dia.
Untuk itu, kata Muzakkir, para pejabat yang bermain dengan mafia tanah, harus bisa ditindak atau diberhentikan dari jabatannya, sehingga kasus mafia tanah di kemudian hari tidak terjadi kembali.
"Pejabat yang tidak mampu mengatasi perlu dievaluasi dan dipertimbangkan untuk diberhentikan," jelas dia.
Ketua DPR RI Puan Maharani pun menyoroti maraknya kasus mafia tanah yang sangat merugikan masyarakat belakangan ini. Dia meminta pemerintah bersama jajaran penegak hukum memberantas aksi-aksi mafia tanah.
“Tanah adalah sumber penghidupan. Mereka yang merampas tanah adalah perampas penghidupan orang. Harus diberantas,” kata Puan.
Puan meyakini, kasus perampasan aset tanah yang dialami artis Nirina Zubir hanyalah salah satu contoh kasus mafia tanah yang banyak dialami warga masyarakat.
Jaringan mafia tanah harus bisa diurai dan diberantas meski melibatkan banyak pihak. Dia menegaskan, setiap pelaku dalam jaringan mafia tanah harus dihukum berat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Tidak ada toleransi bagi mafia tanah perampas penghidupan orang. Tindakan mereka bisa membuat orang sengsara, maka hukum seberat-beratnya supaya mereka jera!," ucapnya.