Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) Terbatas karena masih terjadi pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh guru dan yang lebih banyak lagi oleh siswa khususnya saat sepulang sekolah.
“Bentuk pelanggaran prokes yang banyak terjadi adalah tidak pakai masker, berkerumun tidak jaga jarak, nongkrong tanpa masker, termasuk di dalam angkutan umum tak jaga jarak,” ujar Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/11/2021).
Dalam catatan P2G, sejak awal September sampai awal November 2021, terdapat 20 daerah yang sekolahnya terpaksa menghentikan PTM karena ada siswa/guru positif Covid-19 yaitu Purbalingga, Jepara, Padang Panjang, Kab Mamasa, Kota Bekasi, Tabanan, Depok, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta, Grobogan, Pati, Salatiga, Gunung Kidul, Majalengka, Solo, Kota Bandung, Semarang, Tasikmalaya, dan Indramayu.
Setidaknya ada 5 catatan evaluasi sekaligus rekomendasi P2G terkait pelaksanaan PTM Terbatas secara nasional.
"P2G menilai pelanggaran prokes disebabkan lemahnya pengawasan dari aparat Pemda atau Satgas ketika siswa pulang sekolah. Begitu pula minimnya teladan dari orang dewasa (masyarakat) akan kepatuhan prokes. Siswa pakai seragam sekolah tapi tak bermasker lantas dibiarkan saja oleh masyarakat, tidak ditegur," ujarnya.
P2G juga melihat, masyarakat merasa Covid-19 di Indonesia sudah lenyap, seiring intensitas vaksinasi, masyarakat sudah diizinkan melakukan kegiatan beramai-ramai, pasar sudah normal kembali, tempat ibadah juga demikian, pesta perkawinan juga sudah dihelat normal.
"Jadi persepsi yang terbangun, kita sudah bisa hidup normal kembali. Sehingga komitmen disiplin prokes kembali melemah," kata Satriawan.
Dia menuturkan laporan pelanggaran prokes siswa termasuk guru, rata-rata terjadi di semua daerah, seperti Aceh Utara, Aceh Timur, Batam, Tebing Tinggi, Medan, Padang, Padang Panjang, Bukittingi, Bengkulu, Pandeglang, Jakarta, Bogor, Bekasi, Garut, Klaten, Blitar, Situbondo, Ende, Bima, Berau, Enrekang, Penajam Passer Utara, Kepulauan Sangihe, Sorong, Tual, dan lainnya.
P2G meminta Pemda harus memberikan sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar prokes, demi meminimalisir sebaran Covid-19 dan risiko klaster sekolah. Bagi siswa atau guru kedapatan melanggar 3M, maka sanksi bagi mereka dapat berupa pembelajaran dikembalikan PJJ.
P2G meminta Satgas dan Pemda meningkatkan pengawasan prokes kepada siswa sepulang sekolah, khususnya di jam-jam pulang sekolah dan hari-hari jadwal PTM Terbatas. Termasuk razia di titik tertentu tempat para siswa biasa nongkrong.
Satriwan menekankan, terpenting juga adalah evaluasi PTM Terbatas secara komprehensif, detil, dan berkala dari Pemda dan Kemdikbudristek, Kemenag, dan Kemdagri.
"Jangan hanya bersifat reaksioner sekolah ditutup, seperti yang terjadi selama ini, evaluasi baru dilakukan kalau ada siswa atau guru positif Covid-19," ujarnya.
Kedua, pelaksanaan durasi pembelajaran PTM Terbatas di tiap sekolah dan daerah juga bervariasi. Ada yang seminggu masuk hanya sehari untuk satu angkatan, seperti di Jakarta, sehari pun maksimal 4 jam. Namun banyak juga daerah seperti Kota Cilegon, Kab. Tanah Datar, Bukittingi, Ende, dan Bima yang siswanya masuk normal 5-6 hari seminggu, dengan durasi tatap muka lebih dari 4 jam sehari.
Menurutnya, skema tersebut harusnya dievaluasi oleh Pemda dan Kemdikbudristek. Hal itu dikarenakan sekolah tidak bisa menentukan masing-masing seperti ini, karena makin lama durasi waktu tatap muka, tentu risiko Covid-19 juga akan makin besar.
Ketiga, P2G memantau perkembangan vaksinasi anak usia 12-17 tahun belum merata. Secara nasional progres-nya masih lambat, 49,15 persen dosis 1 dan 30,14 persen dosis 2 (data 7 November 2021, Kemenkes). Oleh karena itu, P2G mendesak pemerintah pusat dan Pemda mempercepat vaksinasi pelajar usia 12-17 tahun, demi tuntasnya target vaksinasi 26 juta anak Indonesia usia 12-17.
"Kami menyayangkan beberapa daerah masih lambat melakukan vaksinasi anak 12-17 tahun. Seperti provinsi Sulawesi Tenggara, Maluku, Aceh dan Papua yang dosis pertama masih di bawah 35 persen dan dosis kedua baru 21 persen," kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G.
Iman melanjutkan bahwa P2G menyambut baik rencana vaksinasi anak 6-11 tahun oleh pemerintah. Tetapi vaksinasi hendaknya dilakukan setelah memenuhi serangkaian uji coba, dievaluasi, mendapatkan izin BPOM, sertifikasi halal MUI, dan prasyarat medis lainnya.
P2G juga mengimbau orang tua siswa usia 6-11 tahun (SD/MI) mengizinkan anaknya divaksinasi. Orang tua, imbuhnya, jangan khawatir, vaksinasi dilakukan demi kesehatan anak usia SD dan demi mencapai minimal 70 persen herd immunity di sekolah.
Keempat, P2G memantau setelah PTM Terbatas nasional diterapkan per 30 Agustus, masih banyak Pemda yang kurang inisiatif melakukan tes swab rutin secara acak kepada guru dan siswa. Swab rutin sangat penting dilakukan, sebagai langkah pemetaan sekaligus pencegahan klaster Covid-19 di sekolah.
Namun P2G mencatat dan mengapresiasi beberapa Pemda yang mewajibkan tes swab acak sebelum PTM T dimulai dan melakukannya secara rutin, seperti kota Surabaya, Bandung, Karawang, Kupang, Malang, Sleman, Yogyakarta, Ambon, Madiun, Tegal, Blitar, Madiun, Tangerang, Tegal, Kendal, Blora, Bogor, dan Banjarmasin.
"P2G berterima kasih kepada pemda yang mengalokasikan anggaran khusus tes swab rutin bagi guru dan siswa. P2G sangat berharap semua pemda melakukan tes acak swab kepada guru dan siswa secara rutin. Jangan sampai euforia penurunan angka positivity rate membuat pemda berhenti melakukan pengecekan dan pemetaan," ujarnya.
Kelima, membaca analisis dari para pakar epidemiologi akan adanya gelombang ke-3 Covid-19 di Indonesia, P2G meminta para guru dan orang tua siswa menunda liburan semester ganjil setelah terima Rapor siswa pada Desember nanti, termasuk libur Natal dan Tahun Baru untuk mencegah dan menekan terjadinya potensi gelombang Covid-19.