Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Warga Dibebaskan Beli Jenis Vaksin Booster Berbayar, Apa Dampaknya?

Rencananya masyarakat dapat membeli booster vaksin Covid-19 sesuai kemauan selayaknya membeli obat di apotek pada tahun 2022.
50 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menerima vaksinasi dosis ketiga atau booster menggunakan vaksin Moderna/Twitter Kemenkes RI
50 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menerima vaksinasi dosis ketiga atau booster menggunakan vaksin Moderna/Twitter Kemenkes RI

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah mengadakan vaksinasi Covid-19 dosis ketiga (booster) secara berbayar pada 2022 dan masyarakat dapat membeli sesuai pilihan pribadi berpotensi menyebabkan ketimpangan vaksinasi.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai dengan membebaskan masyarakat untuk memilih jenis vaksin tertentu dapat menimbulkan ketimpangan permintaan pada merek vaksin tertentu. Bahkan, ada peluang kedaluwarsa bagi vaksin Covid-19 yang tidak diminati.

“Benar, bisa saja terjadi [kedaluwarsa vaksin]. Kecuali, apabila daftar inventori vaksin jelas dan tertata dengan baik. Datang kapan, kedaluwarsa kapan, dan bisa dikelola dan didistribusikan dengan baik,” kata Agus, Senin (13/9/2021).

Lebih lanjut, Agus menilai pemerintah harus lebih matang dalam mengelola inventori vaksin serta mengikuti petunjuk penyimpanan vaksin untuk menghindari vaksin kedaluwarsa dan adanya ketimpangan permintaan vaksin.

Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan audit berkala untuk mengawasi rantai distribusi dan pengelolaan stok vaksin guna memastikan tidak terjadi penyimpangan pada ketepatan sasaran, jumlah, waktu, kualitas dan jenis vaksin yang didistribusikan.

Namun, dia melanjutkan langkah antisipasi yang lebih mendesak adalah dilakukannya edukasi kepada masyarakat.

“Misalnya, karena fokus pada pengembangan vaksin lokal, edukasi juga masyarakat bahwa vaksin Merah Putih dan Sinovac punya kecenderungan serupa karena asalnya dari virus yang dilemahkan sehingga masyarakat dapat menggunakan vaksin yang tepat, bukan sesuai keinginan saja,” ujarnya.

Sementara itu, Epidemilog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan peluang kedaluwarsa vaksin akan sangat kecil untuk terjadi karena setiap vaksin akan dikeluarkan berdasarkan umur kedaluwarsanya dengan skema first in first out (FIFO).

Sekadar informasi, FIFO adalah metode yang artinya masuk pertama keluar pertama, di mana pada metode ini unit persediaan yang pertama kali masuk ke gudang akan dikeluarkan pertama.

Dia melanjutkan, potensi ketimpangan permintaan vaksin untuk merek tertentu juga kecil terjadi. Hal tersebut karena masyarakat akan diarahkan untuk menggunakan booster yang sesuai dengan penerima.

“Enggaklah [tidak ada ketimpangan] karena mereka nantinya tentu akan diarahkan. Meskipun bebas memilih, tetapi apabila vaksin yang dipilih kurang cocok tentunya akan diarahkan kombinasi yang lebih tepat. Akan selektif dan bebas, tetapi terbatas,” tuturnya.

Adapun, dia menilai kebutuhan lain yang perlu diwaspadai adalah untuk pengembangan vaksin dalam Negeri.

Dia berharap pemerintah lebih fokus untuk membuat pabrik yang mengembangkan vaksin yang sudah terbukti bermanfaat dan digunakan oleh masyarakat.

Senada, Peneliti dari Center for Indonesian Policy Study (CIPS) Andree Surianta mengatakan membebaskan masyarakat memilih vaksinnya tidak akan berdampak pada kadaluarsa dan preferensi merek.

Penyebabnya, apabila pengadaan yang difokuskan oleh pemerintah adalah mengutamakan yang berbahan baku lokal, pilihan untuk masyarakat menjadi lebih sedikit.

“Jadi, sebenarnya dampak yang malah perlu diperhatikan adalah kalau mau tidak impor sama sekali, apakah Indonesia punya kapasitas produksi vaksin yang cukup? Mengingat keperluan vaksin bukan cuma untuk Covid saja, jadi kapasitas 462 juta dosis pun seharusnya bukan cuma untuk vaksin covid saja, tetapi produksi vaksin lainnya, misalnya polio,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia menilai tantangan ke depan yang perlu diantisipasi adalah kesiapan kapasitas produksi dan distribusinya. Untuk distribusi, karena sistem sentralisasi seperti saat ini belum bisa menyelesaikan masalah ketimpangan ke daerah.

“Ini perlu diperbaiki segera. Agar nanti saat booster [pada 2022] digalakkan kesalahan yang sama jangan terulang lagi,” ujarnya.

Untuk diketahui, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pemerintah berencana mengadakan vaksinasi dosis ketiga atau booster secara berbayar pada tahun depan.

Budi mengatakan, rencananya, masyarakat dapat membeli booster vaksin sesuai kemauan mereka selayaknya membeli obat di apotek.

"Orang-orang bisa memilih vaksinnya apa secara, sama seperti beli obat di apotek, jadi ini akan kita buka pasarnya agar masyarakat bisa memilih membeli booster vaksin apa," ujarnya dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Senin (13/9/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper