Bisnis.com, JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menyayangkan kehidupan berdemokrasi di Indonesia justru terus merosot di usia Kemerdekaan Indonesia ke-76 ini.
Menurutnya, salah satu tujuan negara kemerdekaan, kata Bung Hatta, adalah rakyat memperoleh kebebasan, baik kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, hingga kebebasan menjalankan agama dan keyakinan.
“Namun pada masa pandemi, kebebasan ini makin terkungkung,” katanya melalui cuitan di akun Twitter pribadinya @fadlizon, Selasa (17/8/2021).
Fadli menyebut, negara-negara demokratis relatif bisa mengatasi pandemi lebih baik dibandingkan negara lainnya yang nondemokratis.
Sayangnya, tidak semua negara demokratis bernasib baik. Ada yang justru kewalahan dalam menangani krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19.
“Di tangan pemerintahan yang pura-pura demokratis inilah pandemi telah dimanipulasi sebagai kondisi untuk membatasi demokrasi dan membungkam kebebasan sipil,” cuitnya kemudian.
Baca Juga
Bahkan, Fadli menyebut pemerintahan yang kurang demokratis, seperti dilaporkan sejumlah lembaga riset, merespon pandemi ini dengan kebijakan-kebijakan yang hanya melayani kepentingan elite.
Bahkan, laporan yang diterbitkan Freedom House, sambungnya, menemukan bahwa 91 negara telah memberlakukan kontrol terhadap pers terkait pandemi, dan setidaknya ada 72 negara telah membatasi kebebasan berbicara dan membungkam kritik terhadap pemerintah.
“Secara umum, banyak negara telah merosot peringkat demokrasinya akibat pandemi ini. Apa yang semula merupakan krisis kesehatan, di tangan beberapa rezim korup dan manipulatif, telah berubah menjadi krisis demokrasi. Kondisi kemunduran ini juga kita temukan di Indonesia,” ungkapnya.
Stagnasi Demokrasi
Fadli mencatat setidaknya ada empat argumen kenapa sesudah 76 tahun merdeka, Indonesia mengalami stagnasi demokrasi seperti sekarang ini.
Pertama, katanya, independensi dua lembaga yang menjadi ikon demokrasi di Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK), semakin tereduksi.
“Kedua, terjadi penurunan sejumlah indikator vital dalam indeks demokrasi,” kata Fadli.
Menurutnya, meskipun indeks demokrasi Indonesia secara agregat membaik, namun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ada beberapa variabel vital skornya justru turun yaitu kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, peran partai politik, dan pemilihan umum yang bebas dan adil.
Argumen ketiga adalah kekuasaan makin terkonsentrasi di tangan Presiden dan eksekutif dan keempat kian besarnya impunitas yang dimiliki Presiden.
“Amandemen UUD 1945 sebenarnya telah memberikan perlindungan sangat besar kepada Presiden. Kini, Presiden tak bisa lagi dengan mudah dijatuhkan oleh DPR,” ungkapnya.
Namun, dengan dalih keadaan luar biasa, kata Fadli, impunitas yang dimiliki pemerintah kini jadi luar biasa melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Corona.
“Presiden dan jajarannya tak lagi bisa diajukan ke muka pengadilan jika ada kebijakannya dianggap menyeleweng,” ujar Fadli dalam cuitannya.
Selain Perppu Corona, kekuasaan Presiden kini kembali dilindungi oleh haatzaai artikelen dan lesse majeste.
Hal itu terbukti dari keberadaan Pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP mengenai penghinaan terhadap Presiden, kini dimasukan kembali dlm RUU KUHP yang baru.