Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membacakan pledoi atau pembelaan dalam sidang dugaan kasus suap pengaturan eksportasi benih lobster atau benur.
Dalam pembelaannya, Edhy meminta maaf kepada dua atasannya yakni Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto Djojohadikusumo.
"Permohonan maaf secara khusus saya sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto, yang selama ini telah memberikan amanah atau kepercayaan kepada saya," kata Edhy Prabowo dilansir dari Antara, Jumat (9/7/2021).
Dalam perkara ini Edhy Prabowo dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah dengan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp9,6 miliar dan US$77.000 subsider 2 tahun penjara.
Edhy dinilai terbukti menerima US$77.000 dan Rp24,6 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benur lobster (BBL) terkait pemberian izin budi daya dan ekspor.
"Tidak lupa permohonan maaf juga saya sampaikan kepada para pimpinan, staf dan seluruh pegawai KKP yang telah merasa terganggu dengan adanya perkara ini," tambah Edhy.
Baca Juga
Edhy mengaku saat ini ia menanggung beban yang berat. Saat ini usianya 49 tahun, usia dimana manusia sudah banyak berkurang kekuatannya untuk menanggung beban yang sangat berat.
"Ditambah lagi saat ini saya masih memiliki seorang istri yang sholeha dan 3 orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah," ungkap Edhy.
Edhy Prabowo pun menyebut tuntutan tersebut didasarkan atas dakwaan yang sama sekali tidak benar dan fakta-fakta yang sangat lemah.
Menurutnya, pasca rekonsiliasi Pemilu 2019, saya diminta Presiden agar membenahi sektor kelautan dan perikanan. "Tugas prioritasnya adalah, memperbaiki kembali komunikasi dengan "stakeholder" perikanan, baik itu nelayan hingga pelaku usaha, serta yang kedua mengembangkan potensi perikanan budidaya," ungkap Edhy.
Edhy menyebut Presiden Jokowi menegaskan agar pemerintah harus hadir di tengah nelayan dan memikirkan segala hajat hidupnya.
"Presiden berpesan, perlu lompatan-lompatan besar dalam menata ekosistem industri perikanan dan kelautan kita, mulai dari hulu sampai ke hilir. Kebijakan kelautan harus betul-betul bisa mengantisipasi dan mengadaptasi perkembangan teknologi baru sehingga bisa membuat industri perikanan kita makin produktif dan juga bangkit," ungkap Edhy.
Edhy pun mengaku sejak dilantik sebagai menteri pada 23 Oktober 2019, ia konsisten menjalankan berbagai strategi dan gebrakan guna mendorong kemajuan sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia.
"Amanah besar yang dititipkan Presiden kepada saya untuk memperbaiki komunikasi dengan nelayan dan meningkatkan sektor perikanan budidaya. Saya mencatat setiap keluhan dan masukan nelayan, diawali dari yang terdekat di wilayah Jakarta hingga Timur Indonesia tak luput dari perhatian saya," tambah Edhy.