Bisnis.com, JAKARTA - Kritik BEM UI terhadap Presiden Joko Widodo dinilai positif, namun harus disertai solusi.
Pengamat politik Karyono Wibowo menilai kritik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) terhadap Presiden Joko Widodo sebagai langkah positif. Akan tetapi diperlukan pula solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Dia mengatakan kritik di negara demokrasi sah-sah saja, termasuk yang dilayangkan untuk Presiden. Di sisi lain dia memandang etika dalam penyampaian kritik mesti diperhatikan.
“Kritiknya harus konstruktif, harus memberikan solusi bukan mencaci maki. Kultur ini harus dibangun. Dalam demokrasi orang bebas bicara bahkan kritik siapa pun termasuk Presiden,” katanya kepada Bisnis, Minggu (27/6/2021).
Lebih lanjut, kritik bersamaan dengan solusi dinilai penting untuk memperbaiki kebijakan yang perlu diubah oleh pemerintah. Kargyono menyebut BEM UI juga mesti mengutarakan kritik secara konsepsional.
“Membangun paradigma baru tetap kritis tapi konstruktif. Kritisnya tetap enggak boleh hilang sebagai tugas mahasiswa sebagai agent of change tentu harus melakukan evaluasi, kritik terhadap kebijakan terutama kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat,” terangnya.
Melalui akun @BEMUI_Official, organisasi kampus itu secara blakblakan menyebut Presiden Jokowi sebagai the king of lip service.
Dihubungi terpisah, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra menyebut pernyataan tersebut sebagai bentuk kritikan kepada pemerintah.
“Itu bentuk kritis kami, jadi itu dibuat oleh Brigade [organ taktis] di bawah BEM UI. Itu bentuk kritik bahwa banyak selama ini pernyataan Presiden yang kemudian tidak sesuai dengan realita atau pelaksanannya,” kata Leon kepada Bisnis.com.
Dia mencontohkan soal revisi UU ITE. Presiden, kata dia, sebelumnya sempat mengeluarkan wacana terkait beleid itu. Belakangan pemerintah hanya mengeluarkan pedoman undang-undang ditambah pasal baru.
Selain itu terkait demonstrasi, Jokowi sempat menyatakan kerinduannya untuk didemo saat awal-awal memimpin Indonesia. Akan tetapi, tindakan kekerasan malah dialami mahasiswa saat berunjuk rasa.
“Pada 1 Mei mahasiswa UI hampir 30 orang ditangkap, dipukuli, diseret oleh Polisi. 3 Mei juga salah satu mahaswa UI menjadi tersangka ketika jalan pulang dari aksi,” katanya.
Leon juga menyinggung soal tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Meski Presiden telah meminta agar TWK tidak merugikan para pegawai, KPK tetap menonaktifkan 75 orang pegawai komisi antirasuah tersebut.
“Ini kami menyampaikan kritik bahwa seharunya Presiden Jokowi tegas dengan pernyataanya jangan hanya kemudian menyampaikan pendapat tapi realitanya tidak sesuai,” tuturnya.