Bisnis.com, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan citra satelit resolusi tinggi segera memasuki persidangan.
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) 2014-2016 akan duduk sebagai terdakwa pada persidangan tersebut.
Pengadaan citra satelit resolusi tinggi (CSRT) berlangsung di Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2015.
"Hari ini, 19 Mei 2021 tim penyidik melaksanakan tahap II yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti kepada tim jaksa penuntut umum (JPU) dengan 3 tersangka, yaitu PRK (Priyadi Kardono), MUM (Muchamad Muchlis), dan LRU (Lissa Rukmi Utari) serta sebelumnya telah dinyatakan berkas perkara lengkap," kata Pelaksana Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Kepala BIG 2014-2016 Priyadi Kardono, Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2013-2015 Muchamad Muchlis (MUM), dan Komisaris Utama PT Ametis Indogeo Prakarsa Lissa Rukmi Utari sebagai tersangka.
Mereka diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp179,1 miliar.
"Segera dalam waktu 14 hari kerja, dilakukan penyusunan surat dakwaan oleh Tim JPU untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bandung," kata Ali.
Dalam proses penyidikan telah diperiksa 66 orang saksi, antara lain pejabat BIG dan beberapa pejabat di LAPAN serta pihak swasta terkait lainnya.
Para tersangka juga diperpanjang penahanannya terhitung 19 Mei sampai dengan Juni 2021.
Konstruksi perkaranya bermula pada 2015, saat BIG melaksanakan kerja sama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.
Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat. Mereka diduga merekayasa hal yang bertentangan dengan aturan pemerintah terkait pengadaan barang dan jasa.
Sebelum proyek berjalan, telah diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi intensif dengan pihak-pihak tertentu.
Pertemuan dilakukan dengan pihak di LAPAN dan perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan sebelumnya. Perusahaan dimaksud adalah PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja.
Pertemuan dilakukan untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.
Atas perintah para tersangka, penyusunan berbagai dokumen kerangka acuan kerja sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan dua perusahaan tersebut. Hal itu dimaksudkan untuk "mengunci" spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.
Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka diduga memerintahkan para stafnya melakukan pembayaran setiap termin. Namun, pembayaran itu tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses kendali mutu.
KPK menetapkan Lissa Rukmi Utari (LRS) sebagai tersangka pada Senin (25/1/2021).
Lissa diduga menerima penuh pembayaran atas pengadaan CSRT. Lissa aktif melakukan penagihan pembayaran tanpa dilengkapi berbagai dokumen sebagai persyaratan penagihan.
Barang-barang yang disuplai pun harganya telah di-mark up sedemikian rupa dan tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang ditentukan.
Sebelum proyek itu dimulai, Lissa telah diundang oleh Priyadi dan Muchlis membahas persiapan pengadaan CSRT.