Bisnis.com, JAKARTA - Lama tak mendapat gangguan dari sisi eksternal, Komisi Pemberantasan Korupsi dihebohkan dengan persoalan internal.
Keramaian dipicu dari tes wawasan kebangsaan yang merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi Aparat Sipil Negara atau ASN.
Sebelumnya, peralihan pegawai KPK menjadi ASN sudah diterima setengah hati. Persoalannya, alih status itu memberi konsekuensi berupa terganggunya independensi para pegawai lembaga antirasuah dalam mengatasi korupsi di Tanah Air.
The Show Must Go On, kira-kira itu yang terjadi. Alih status, dengan dasar hukum yang telah dibuat, tetap berjalan. Rupanya, untuk beralih status itu, ada tes yang harus dijalani. Salah satunya tes wawasan kebangsaan.
Dengan asumsi sederhana, publik bisa menilai bahwa tes itu seakan mempertanyakan semangat kebangsaan para karyawan KPK yang sehari-hari bergelut melawan korupsi.
Asumsi memang bisa berkembang ke mana saja. Selebihnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengaku telah menerima hasil tes wawasan kebangsaan pegawainya.
Tes tersebut merupakan syarat alih starus pegawa KPK menjadi ASN.
Namun, ada kabar tak sedap dari hasil tes wawasan kebangsaan tersebut. Beredar kabar bahwa puluhan pegawai KPK berpotensi tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Mereka pun akan diberhentikan pada 1 Juni 2021.
Kabar menjadi semakin seru saat diketahui bahwa salah satu pegawai yang berpotensi tidak lolos tes itu adalah penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Soal ini, pihak KPK belum mengeluarkan pernyataan resmi apa pun.
"Pada tanggal 27 April 2021 bertempat di Kementerian PANRB, KPK telah menerima hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dari Badan Kepegawaian Negara," kata Sekjen KPK Cahya H. Harefa dalam keterangannya, Selasa (4/4/2021).
Cahya menyebut hasil tes tersebut masih terkuci dan disegel rapat. Nantinya hasil tes wawasan kebangsaan itu akan diumumkan dalam waktu dekat.
"Saat ini hasil penilaian asesmen TWK tersebut masih tersegel dan disimpan aman di gedung Merah Putih KPK dan akan diumumkan dalam waktu dekat sebagai bentuk transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan KPK," katanya.
Terpisah, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku belum mengetahui siapa saja pegawai yang lolos tes asesmen menjadi ASN. Menurut dia, sampai saat ini hasil tes masih di Sekjen KPK.
"Silakan ke sekjen untuk hal tersebut, karena sampai saat ini pimpinan belum membuka hasil tes wawasan kebangsaan. Hasil tes wawasan kebangsaan diterima sekjen dari tanggal 27 april 2021 dan sampai sekarang belum dibuka," kata Firli.
Informasi yang beredar menyebutkan setidaknya ada 75 pegawai yang berpotensi tidak lolos.
Dari 75 nama tersebut terdapat nama Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Giri Suprapdiono, Kasatgas dari internal KPK, pengurus inti wadah pegawai, dan puluhan pegawai KPK yang berintegritas.
Upaya Penyingkiran?
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mengendus adanya upaya penyingkiran terhadap orang-orang berintegritas di lembaga antikorupsi tersebut.
Novel mengiyakan soal kabar sekitar 70-an pegawai lembaga antirasuah yang tidak lolos tes Wawasan Kebangsaan (WK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Iya, saya dengar soal itu," kata Novel Baswedan saat dihubungi Bisnis, Selasa (4/5/2021).
Novel mengaku aneh apabila dirinya dan 70-an pegawai KPK lainnya tidak lulus tes wawasan kebangsaan.
Apalagi, dilihat dari profilnya, orang-orang yang tidak lulus itu, memiliki rekam jejak yang baik dari sisi akademisi, integritas, bela negara, hingga sikap antikorupsinya. "Aneh saja kalo nggak lulus WK," ucap Novel.
Novel pun mempersilakan profil mereka yang dikabarkan tidak lulus itu dipelajari.
"Silakan saja mas lihat profil orang-orang yang dianggap tidak lulus WK tersebut, baik dari sisi akademisnya, integritasnya, bela negaranya selama ini, dan sikap anti-korupsinya untuk bangsa dan negara," tambahnya.
Diduga Dirancang Sejak Awal
Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga tidak lolosnya sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal.
Menurut Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, bahwa tidak lolosnya 70-an pegawai KPK merupakan episode terakhir untuk menghabisi dan membunuh KPK.
"Betapa tidak, sinyal untuk tiba pada kesimpulan itu telah terlihat secara jelas dan runtut, mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru, ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan," kata Kurnia dalam keterangannya, Selasa (4/5/2021).
Dia mengatakan, kondisi karut-marut ini tidak bisa dilepaskan dari peran Presiden Joko Widodo dan segenap anggota DPR RI.
Menurut Kurnia, dua cabang kekuasaan itu lah yang pada akhirnya sepakat merevisi UU KPK dan memasukkan aturan kontroversi berupa alih status kepegawaian menjadi ASN.
"Tak lupa, ini pun sebagai buah atas kebijakan buruk Komisioner KPK tatkala mengesahkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 yang memasukkan asesmen tes wawasan kebangsaan," ujarnya.
Kurnia mengatakan, kekhawatiran masyarakat atas kebijakan Presiden Joko Widodo dan DPR yang memilih merevisi UU KPK serta mengangkat komisioner penuh kontroversi terbukti.
"Alih-alih memperkuat, yang terlihat justru skenario untuk mengeluarkan KPK dari gelanggang pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Kurnia.
Pertanyaan Janggal
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari mengaku telah menerima informasi terkait pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan. Ia menyebut pertanyaan terhadap pegawai KPK itu dinilai janggal.
"Tes berisi hal yang janggal dan mengada-ada," kata Feri dalam keterangannya di terima di Jakarta, Selasa (4/5).
Sebagai contoh, kata dia, pertanyaan terkait dengan Front Pembela Islam (FPI) dan pendapat pegawai terhadap program pemerintah.
"Padahal pegawai tidak boleh secara etis berurusan dengan perdebatan politik dan mereka tidak boleh menunjukkan dukungan atau tidak dukungan terhadap program-program pemerintah karena bisa saja program itu terkait kasus korupsi," ujar dia.
Ia menyatakan tes tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena tidak terdapat ketentuan mengenai tes alih status.
"Keinginan tes lebih banyak dari kehendak Pimpinan KPK melalui peraturan komisi sehingga secara administrasi bermasalah," kata dia.
Kini, nada negatif mengarah ke KPK. Setelah kasus penyidik yang diduga memeras atau sebelumnya kasus barang bukti yang hilang atau kasus operasi tangkap tangan yang bocor, kasus tes wawasan kebangsaan menjadi sumber isu negatif paling besar yang sedang menerpa KPK.
Menjadi tantangan yang tak mudah bagi KPK untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Integritas Komisi Pemberantasan Korupsi sedang dipertaruhkan di mata publik.
Bagaimana pun, penanganan yang jujur, adil, dan berani akan mengembalikan marwah KPK yang pernah sangat dihargai publik.
Jadi, kita tunggu saja kelanjutannya, apakah integritas itu akan kembali, atau ...