Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dikabarkan tengah menimbang kembali rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan air bersih dengan PT Aetra Air Jakarta.
Hanya saja, hingga saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum menunjukkan langkah yang konkrit untuk menindaklanjuti rekomendasi KPK tersebut.
Sebelumnya, KPK telah mengendus adanya masalah dalam kontrak perjanjian kerja sama pengelolaan air bersih antara Pemprov DKI Jakarta dengan perusahaan tersebut.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali menuturkan pihaknya berkomitmen untuk melaksanakan ketentuan terkait pengelolaan air bersih di Ibu Kota yang aman dan bebas dari potensi tindakan pidana korupsi.
“Saya memahami rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan oleh KPK dan BPKP bertujuan untuk menyediakan layanan terbaik kepada masyarakat. Masukan-masukan ini memperkaya kami apakah akan meneruskan [kontrak kerja sama] atau tidak,” kata Marullah melalui keterangan tertulis, Jumat (23/4/2021).
Menurut Marullah, DKI Jakarta membutuhkan 1,8 juta sumur resapan, yang sampai sekarang baru terbangun sekitar 10 persen. Bila bisa terbangun sebanyak 1,8 juta sumur serapan, cadangan air di Jakarta bakal dapat terpenuhi.
Baca Juga
“Secara singkat, saya ingin sampaikan, PAM Jaya sudah memenuhi capaian cakupan penyaluran air sebesar 64 persen. Sementara, target kita adalah 80 persen. Bila ini tidak tercapai, bisa ada krisis air. Semoga nantinya ada pemecahan atau solusi yang baik untuk PAM Jaya,” kata dia.
Sebelumnya, KPK mengendus adanya potensi kecurangan atau fraud dalam rencana perpanjangan kontrak kerja sama antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta.
Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminudin menerangkan sejumlah potensi kecurangan dalam skema perpanjangan kerja sama itu, di antaranya ruang lingkup pekerjaan dalam kontrak berubah lebih dari 50 persen.
“Selain itu, rencana perpanjangan durasi kontrak untuk 25 tahun ke depan. Sementara kontrak saat ini baru akan berakhir pada 2023,” kata Aminudin melalui keterangan tertulis, Kamis (22/4/2021).
Aminudin mengatakan mitra swasta terkait relatif tidak berkinerja baik di sisi hilir yaitu terkait tingkat kebocoran pipa yang berimbas pada cakupan layanan ke penduduk menjadi rendah.
Di sisi lain, metode take or pay dengan kondisi hilir yang bermasalah berpotensi merugikan PAM Jaya lantaran berkewajiban membayar 100 persen produksi air dari mitra swasta. Padahal, penyaluran air efektif hanya 57,46 persen.
“Kami berkepentingan agar dalam perikatan perjanjian itu tidak ada potensi korupsi. Kami ingin perikatan perjanjian ini semata-mata untuk kepentingan bisnis dan kemaslahatan bersama. Jangan sampai ada keuangan negara atau daerah yang dirugikan,” tuturnya.