Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tajug Gede Cilodong, Ubah Kawasan Mesum jadi Ikon Pariwisata Religi

Di dunia hitam dulu memang sangat mudah untuk mendapat uang. Tapi tidak berkah dan malah memunculkan kegelisahan. Saat dengar azan, suka gelisah. Tapi Alhamdulillah sekarang engga.
Tajug Gede Cilodong atau Masjid Agung Cilodong, Purwakarta berdiri di wilayah yang tadinya dikenal sebagai kawasan prostitusi jalanan terbesar di Purwakarta./Istimewa
Tajug Gede Cilodong atau Masjid Agung Cilodong, Purwakarta berdiri di wilayah yang tadinya dikenal sebagai kawasan prostitusi jalanan terbesar di Purwakarta./Istimewa

Bisnis.com, PURWAKARTA – Di Kabupaten Purwakarta dahulu terdapat pusat prostitusi jalanan terbesar. Cilodong, begitulah kawasan prostitusi ini tersohor hingga luar daerah.

Pusat prostitusi jalanan ini berada di sepanjang jalur Bungursari menuju pintu Tol Cikopo, Kecamatan Bungursari.

Lima tahun lalu, di lokasi itu mungkin masih terdapat banyak warung dengan penerangan lilin yang menjajakan pekerja seks komersial (PSK).

Seiring berjalannya waktu, warung remang-remang di sepanjang jalur itu pun berangsur hilang. Hal itu, juga tak lain berkat upaya pemerintah setempat menertibkan lokasi prostitusi tersebar di zamannya itu.

Saat ini, lokasi tersebut berganti taman bunga yang indah. Terlebih, saat ini sepanjang jalur ini ditempati para pedagang bunga.

Lambat laun, imej negatif tentang wilayah itu pun berangsur sirna. Apalagi, saat ini telah berdiri pusat keagamaan terbesar di sekitar Cilodong yang dibangun pemerintah.

Tajug Gede Cilodong begitulah sebutan untuk kawasan keagamaan terbesar di Purwakarta itu.

Pusat keagamaan yang berdiri di lahan 10 hektare itu, saat ini juga menjadi Ikon baru wisata religi di wilayah tersebut.

Memang, tujuan utama dibangunnya kawasan tersebut tak lain supaya praktik prostitusi di lokasi tersebut bisa diminimalisasi. Dengan begitu daerah ini tak lagi terkenal dengan sebutan kawasan mesum.

Dibangunnya pusat keagamaan ini ternyata membawa keberkahan bagi para penghuni eks-lokasi prostitusi Cilodong.

Banyak di antara pelaku jasa mesum, memilih banting setir untuk menjalani hidup lebih baik.

Sebut saja Yani salah satunya. Perempuan paruh baya itu dulunya adalah seorang muncikari di lokalisasi prostitusi Cilodong.

Setelah adanya kawasan Tajug Gede Cilodong dia memilih untuk meninggalkan dunia hitam. Yani kini lebih memilih berdagang dan menjadi pengurus Majelis Taklim di kawasan pusat keagamaan itu.

“Di dunia hitam dulu memang sangat mudah untuk mendapat uang. Tapi tidak berkah dan malah memunculkan kegelisahan. Saat dengar azan, suka gelisah. Tapi Alhamdulillah sekarang engga,” ujar Yani, Kamis (15/4/2021).

Dulu Yani memiliki enam anak buah wanita penghibur untuk menemani tamu minum miras hingga ‘ngamar’ di tempatnya berusaha.

Yani, saat ini memilih hijrah. Kala itu, tepatnya di 2013 dia memutuskan untuk menjual rumahnya.

Hasil penjualan rumah ia gunakan untuk pergi ke Tanah Suci dan sisanya untuk modal berdagang.

Dia, kala itu membuka warung nasi untuk melayani makan para pekerja di proyek pembangunan kawasan keagamaan Cilodong.

“Setelah proyek selesai, Alhamdulillah saya masih diizinkan berjualan di kawasan Tajug Gede oleh pengurus DKM,” jelas dia.

Memang, kata dia, di masa pandemi ini kunjungan ke Tajug Gede Cilodong cenderung menurun. Tapi dirinya bersyukur, setiap hari masih ada penghasilan yang ia dapat.

Terpenting bagi dirinya, saat ini dia sudah meninggalkan dunia hitam yang pernah ia geluti belasan tahun lalu.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi yang merupakan penggagas kawasan keagamaan tersebut mengaku pihaknya berbangga hati karena lokasi ini bisa mengubah jalan hidup seseorang.

Menurut dia sangat percuma kalau sekadar membongkar tempat prostitusi tapi para penghuninya tidak berubah dan tidak diarahkan lebih baik.

“Dulu kita gusur, sekarang kita lihat itu orang-orang yang dibubarin berubah atau tidak. Kalau tidak berubah, itu enggak ada artinya,” kata Dedi.

Dedi Mulyadi yang juga Ketua DKM Tajug Gede Cilodong akan membuka kembali kawasan wisata religi ini jika diizinkan oleh pemerintah.

Selama pandemi Covid-19 banyak pedagang yang merugi karena tajug ditutup sementara dari aktivitas pariwisata umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Asep Mulyana
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper