Bisnis.com, JAKARTA - Tin Maung Naing, perwakilan Myanmar di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditunjuk oleh junta militer mengundurkan diri. Hal ini membuat perselisihan mengenai siapa yang mewakili Myanmar di PBB pascakudeta militer 1 Februari dihindari untuk sementara.
Pada Sabtu (27/2/2021), perwakilan Myanmar di PBB sebelumnya yakni Kyaw Moe Tun dipecat oleh junta. Pemecatan itu dilakukan sehari setelah dirinya mendesak negara-negara di Majelis Umum PBB beranggotakan 193 negara menggunakan 'segala cara yang diperlukan' untuk membatalkan kudeta, yang menggulingkan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi.
Sehari berselang, Tin Maung Naing kemudian ditunjuk untuk menggantikannya. Namun, perwakilan Myanmar di PBB memastikan bahwa Kyaw Moe Tun masih menjadi duta besar Myanmar untuk organisasi internasional tersebut.
Kyaw Moe Tun secara resmi juga mempertaruhkan klaimnya untuk tetap menjadi perwakilan yang sah. Tugas itu diembannya sejak Oktober, melalui sebuah surat kepada PBB.
Baca Juga
Namun, pada Rabu (3/3/2021) misi Myanmar mengatakan kepada PBB bahwa Tin Maung Naing mundur dan Kyaw Moe Tun tetap menjadi dubes Myanmar. Menurutnya, pernyataan yang disampaikan pada Minggu sebaiknya diabaikan.
Para Diplomat Myanmar di Kedubes Washington juga memberikan sinyal putus hubungan dengan Junta pada Kamis, mengeluarkan sebuah pernyataan atas nama kedubes yang mengecam kematian warga sipil dalam demonstrasi menentang kudeta.
Perwakilan Myanmar di PBB dapat bermasalah lagi jika junta militer berusaha menunjuk dubes baru.
Adapun, kepolisian Myanmar membubarkan massa dengan gas air mata dan tembakan di sejumlah tempat pada Kamis (4/3/2021) saat massa kembali turun ke jalan. Massa tidak peduli dengan banyaknya korban tewas dalam penindakan keras terhadap pemrotes kudeta.
Dewan Keamanan PBB akan membahas soal Myanmar pada pertemuan tertutup Jumat, menurut para diplomat. Dewan beranggotakan 15 anggota itu menyuarakan keprihatinannya atas status darurat di Myanmar, tetapi tidak lagi mengecam kudeta lantaran adanya penentang dari Rusia dan China.