Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan sejumlah peneliti, perekayasa, hingga akademikus terus mengembangkan inovasi untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19 melalui konsorsium riset.
Baru-baru ini, sejumlah instansi pun telah melahirkan hasil penelitian, salah satunya Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menciptakan alat pendeteksi virus corona bernama GeNose C19.
Bambang mengatakan, GeNose akan didorong menjadi alat tes yang dapat diandalkan untuk mempercepat pelacakan penyebaran wabah.
“Saat ini GeNose sedang didorong jadi alat screening utama. Jadi bukan diagnosis,” ujar Bambang dalam diskusi bersama Ikatan Alumni Universitas Indonesia atau ILUNI UI, Sabtu (30/1/2021).
Berbeda dengan metode usap atau swab PCR, pengambilan sampel GeNose berasal embusan napas. Menurut situs resmi UGM, GeNose bisa mendeteksi Covid-19 lebih cepat dengan lama waktu pendeteksian sekitar 80 detik.
Tarifnya pun diperkirakan lebih murah, yaitu Rp 20 ribu satu kali tes dengan akurasi lebih dari 90 persen. GeNose telah memperoleh izin penggunaan dari Kementerian Kesehatan.
Baca Juga
Bambang mengatakan GeNose akan dipakai di simpul-simpul transportasi maupun tempat-tempat umum dengan trafik mobilisasi manusia tertinggi.
“Kita bisa menggunakan GeNose untuk memastikan orang-orang yang ada di wilayah itu semuanya adalah orang-orang yang negatif Covid-19, bukan orang-orang yang terpapar,” tutur Bambang.
Beberapa waktu lalu, Kementerian Perhubungan pun telah memberikan izin penggunaan alat deteksi GeNose di stasiun dan terminal mulai 5 Februari.
Penggunaan GeNose sebagai alat tes kesehatan di simpul transportasi akan diterapkan secara bertahap.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyebut GeNose sebenarnya belum bisa menjadi alternatif tes swab PCR maupun tes Antigen.
Pandu mengatakan UGM harus melakukan evaluasi dari uji coba GeNose setidaknya selama satu tahun.
“Enggak bisa jadi alternatif karena masih jauh. Setahun ini masih harus dievaluasi. Pihak UGM janji akan melakukan itu,” ujar Pandu saat dihubungi, 25 Januari lalu.
Pandu mengklaim telah berbicara dengan pihak UGM terhadap rencana penggunaan GeNose di layanan umum. Dia mengemukakan pandangan bahwa penerapan alat pendeteksi yang dihasilkan dalam waktu cepat akan berbahaya bagi akurasi hasil. Apalagi, tutur Pandu, GeNose belum benar-benar teruji tingkat prediksinya.
Klaim akurasi GeNose yang mencapai 90 persen pun, tutur Pandu, belum meyakinkan lantaran uji coba terhadap sampel dianggap tak terlampau optimal. Hal ini mengacu pada angka masyarakat terinfeksi virus corona di Indonesia.
“Angka orang yang terinfeksi di Indonesia masih rendah, mungkin hanya 5 persen. Bagaimana mendeteksi orang membawa virus dari 5 persen itu,” tutur Pandu.