Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Refly Harun: Informasi Berusaha Digeser dari Titik Fokusnya

Habib Rizieq dan lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka yang disebutkan melanggar Pasal 160 KUHP
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun / Youtube Channel Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun / Youtube Channel Refly Harun

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun merasa bahwa ada pergeseran titik fokus pada informasi penembakan enam pendukung Rizieq Shihab dan sekaligus anggota Front Pembela Islam (FPI).

"Jadi titik fokusnya sobat RH sekalian, sebenarnya adalah jatuhnya korban jiwa enam orang, tapi sekarang kita tahu bahwa ada hal-hal lain pada sangkaan Habib Rizieq," ungkap Refly Harun, pakar hukum tata negara di YouTube-nya pada Jumat (11/12/2020).

Dia mencontohkan dengan sangkaan awal kepolisian terhadap Habib Rizieq adalah Pasal 93 Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal satu tahun.

Namun sekarang Habib Rizieq dan lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka yang disebutkan melanggar Pasal 160 KUHP berupa penghasutan di muka umum dan/atau Pasal 93 UU Kekerantinaan No. 6 Tahun 2018.

Seperti dikutip Bisnis.com pada Kamis (10/12/2020), Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengungkapkan bahwa penetapan tersangka setelah tim penyidik melakukan ekspose (gelar) perkara pada Rabu, 9 Desember 2020.

"Jadi dari hasil gelar perkara kemarin [Rabu (9/12/2020], total ada enam orang yang telah ditetapkan jadi tersangka, yang pertama ialah MRS selaku penyelenggara itu sendiri," ungkap Yusri, dikutip Jumat (11/12/2020).

Dalam video berdurasi 20 menit itu, Refly menilai pemidanaan ini seharusnya menjadi jalan terakhir untuk menciptakan keadilan. Refly mengungkapkan kasus ini seharusnya bisa diselesaikan dengan cara rekonsiliasi, tidak perlu dibawa dalam perspektif pidana.

"Tapi rupanya justru, hal-hal yang seharusnya bisa di rekonsiliasi dan tidak perlu dibawa dalam perspektif pidana malah dilakukan pemerataan dengan menggunakan pasal-pasal yang ancaman hukumannya jauh lebih tinggi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper