Bisnis.com, JAKARTA - Langkah pemerintah dalam penanganan pandemi dan tindakan represif aparat disorot dalam diskusi yang diselenggarakan PBHI.
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, PBHI, Totok Yulitanto menyebut tindakan represif menjadi upaya pemerintah menutupi ketidakmampuan dalam menangani pandemi Covid-19.
“Biasanya represivitas ini muncul ketika ada tujuan atau ada alasan-alasan tertentu. Pada masa pandemi dengan beban negara yang kemudian diminta untuk bekerja ekstra, ini kemudian juga muncul represivitas,” ujarnya dalam webinar DUHAM#7, Kamis (5/11/2020).
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan, ketidakmampuan pemerintah tersebut terlihat dalam beberapa hal yakni minimnya keterasediaan sarana dan prasarana kesehatan, PHK massal, dan blunder kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi.
Yoyok juga menyoroti keputusan pemerintah yang seakan-akan sengaja memanfaatkan kondisi pandemi saat masyarakat fokus pada urusan kesehatan, untuk menyusun UU Cipta Kerja.
Menurutnya, hal itu menjadi bentuk represivitas pemerintah yakni penggunaan kekuasaan yang berlebihan selain berbentuk kekerasan, penangkapan, atau penahanan secara sewenang-wenang.
Baca Juga
Pembicara sebelumnya dalam webinar ini mengungkap data sebanyak 2.643 orang di 10 wilayah Indonesia ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang dalam aksi unjuk rasa Tolak Omnibus Law pada 8 Oktober 2020.
“Itu baru satu hari dan hanya di 10 provinsi. Kami yakin ini jumlahnya berkali-kali lipat jika ditotal di seluruh wilayah di 34 provinsi,” kata Pemantau Pelanggaran HAM dari PBHI Gina Sabrina.
Perinciannya, DKI Jakarta menjadi yang terbanyak yakni 1.000 orang ditangkap dan ditahan sewenang-wenang.
Di daerah lain kasus serupa juga terjadi. Di Jawa Tengah 260 orang mengalami perlakuan yang sama, begitu di Sumatra Barat 251 ditangkap dan di tahan.
Penangkapan dan penahanan juga dialami 250 orang di Sulawesi Selatan.
Penangkapan dan penahan juga terjadi di Lampung terhadap 242 oranng, Sumatra Utara (241), Jawa Barat (221), Yogyakarta (146), dan Kalimantan Barat (32).