Bisnis.com, JAKARTA – Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menanggapi jawaban Presiden Joko Widodo terkait Omnibus Law yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Refly menegaskan Omnibus Law UU Cipta Kerja akan tetap berlaku meskipun belum diputuskan oleh MK.
“Peraturan atau UU MK mengatakan sebuah aturan sebelum diputuskan MK, maka dia [Omnibus Law] berlaku,” tutur Refly dalam akun Youtube miliknya, seperti yang dikutip Bisnis, Selasa (13/10/2020)
Selain itu, Refly mempunyai pengalaman saat mengajukan judicial review terhadap 1 persoalan yang memakan waktu berbulan-bulan dan tidak kunjung diputuskan.
Apalagi, lanjutnya, yang terkait dengan ketentuan Omnibus Law yang luar biasa banyak.
Dia juga mengingatkan sangat mustahil dalam membuat Peraturan Pemerintah dapat tuntas dalam jangka waktu yang pendek.
Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) juga tidak boleh bertentangan dengan apa yang tertulis di dalam UU. Tidak ada penambahan ataupun pengurangan dalam PP.
“Kalau UU Cipta Kerja memberikan [katakanlah] 4 hak kepada buruh, maka di dalam PP 4 hak tersebut yang harus diatur lebih lanjut. Bukan menambahi hak baru atau mengurangi hak yang sudah diberikan UU. Itu prinsipinya,” tutur Refly.
Dengan kata lain, lanjut Refly, PP bukan menjelaskan hal-hal yang sudah dimuat dalam UU, namun PP adalah implementasi. Ketegasan suatu aturan seharusnya ada di UU.
“Saya percaya banyak masalah dalam UU ini. Tetapi persoalannya, kita tidak bisa melakukan final judgement karena draf final-nya tidak ada,” kata Refly.
Refly khawatir akan terjadi perdebatan yang seharusnya diselesaikan di dalam UU bukan di Peraturan Pemerintah.
Jika masalah diselesaikan di PP, maka masyarakat mengandalkan kebaikan pemerintah. Dia mencontohkan misalnya pemerintah tidak mau mengeluarkan pesangon, karena tidak diatur di UU Cipta Kerja, yang mungkin saja terjadi.
Menurutnya, UU yang baik adalah yang memberikan penjelasan. Bukan didasarkan pada kebaikan pemerintah atau penguasa untuk mengatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang sebaiknya dibuat sejelas mungkin dan selengkap mungki sehingga ruang bagi interpretasi itu tidak banyak. Kalau pun ada, lanjutnya, penjelasan lebih lanjut dalam PP itu soal implementasi. Dengan demikian, prinsip-prinsipnya sudah harus diberikan di UU.
Ahli Hukum Tata Negara itu mengatakan polemik UU Omnibus Law ini bisa diselesaikan dengan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk menunda pelaksanaan UU Omnibus Law.
“Kalau kita membuat UU interpretasinya diserahkan pada kebaikan penguasa, maka UU itu adalah UU yang buruk. Karena yang paling benar adalah apa yang dimaui oleh rakyat itu sudah tertulis dalam UU dan tidak bisa diinterpretasikan,” pungkasnya.
Dia juga mengkritik perkataan Ketua MPR Bambang Soesatyo soal beredarnya hoaks draf Omnibus Law UU Cipta Kerja di masyarakat.
Dalam rekaman video yang diunggah di akun Youtube miliknya, Refly mengatakan saat ini tidak ada yang bisa mendapatkan naskah final UU Omnibus Law, termasuk Ketua MPR bahkan tim kecil penyusun pun tidak mendapatkannya.
“Saya kira selama belum ada naskah final semuanya hoaks. Bagaimana kita menyampaikan sesuatu kalau tidak didasarkan pada draf yang resmi final, yaitu harusnya draf yang disepakati pada 5 Oktober lalu?” katanya.