Bisnis.com, JAKARTA - Grab Indonesia terbebas dari denda puluhan miliar setelah majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan sanksi yang ditetapkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Putusan itu dibacakan oleh majelis hakim yang terdiri dari Ratmoho selaku ketua, didampingi oleh Haruno Patriadi dan Dedi Hermawan, masing-masing sebagai anggota, dalam sidang Jumat (25/9/2020).
Dalam putusan, majelis mengatakan bahwa memang ada perjanjian kerja sama antara pemohon 1 PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI). Akan tetapi, perjanjian itu tidak menyebabkan terjadinya integrasi vertikal karena tidak terdapat hubungan rangkaian produksi barang atau jasa dari hulu ke hilir.
TPI, menurut majelis, merupakan perusahaan angkutan sewa khusus (ASK) yang menggunakan kendaraan roda empat dalam memberikan layanan sehingga rangkaian produksi hulunya semestinya adalah perusahaan produsen otomotif atau suku cadang. Sementara, pemohon 1 merupakan perusahaan aplikasi, dinilai tidak memiliki level keterkaitan rangkaian produksi dengan pemohon 2.
"Syarat integrasi vertikal adalah adanya kerja sama di level yg berbeda di mama produksi barang punya keterkaitan. Sementara faktanya, pemohon 1 merupakan perusahaam aplikasi, sementara pemohon 2 perusahaan angkutam sewa khusus," ujar majelis dalam persidangan.
Majelis juga menyatakan bahwa menurut pendapat ahli, Faisal Basri, hanya perjanjian kerja sama yang merugikan masyarakat patut dianggap melanggar persaingan usaha tidak sehat. Faktanya, masyarakat justru diuntungkan dari kerka sama antara para pemohon karena mendapatkan kepastian dalam hal harga yang terjangkau, serta order.
Baca Juga
"Di samping iti tidak terdapat kepemilikan saham antara kedua pemohon satu sama lain pada 2019," tambah majelis.
Integrasi vertikal juga menurut majelis harus menyebabkan terjadinya penguasaan pasar. Faktanya, dalam putusaan KPPU, menyatakan penguasaan pasar para pemohon adalah sebesar 70 persen. Majelis menyatakan bahwa putusan itu keliru karena yang mesti dilihat adalah penguasaan pasar pemohon 2 dalam pasar transportasi online. KPPU kata majelis, tidak pernah melakukan analisis pangsa pasar yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) atau melakukan survei sendiri.
Bahkan, pada lokasi Surabaya serta Makassar, investigator KPPU tidak bisa menunjukkan data persentase pasar. Pada kenyataan, pangsa pasae pemohon 2 di Jabodetabek, Medan, Surabaya dan Makassar tidak lebih dari 10 persen. Padahal menurut majelis sebagaimana mengutip pendapat para ahli, penguasaan pasar harus mencapai 50 persen hingga 75 persen sebagai akibat dari integrasi vertikal.
Para hakim juga menyatakan para pemohon tidak terbukti melakukan diskriminasi terhadap mitra sebagaimana bunyi Pasal 19 hurid d UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingam Usaha Tidak Sehat. Pasalnya, dari karakteristik, TPI memiliki perbedaam dengan mitra lainnya.
"Pengemudi TPI tidak memiliki kendaraan namun pengemudi lain seperti perorangan dan koperasi, memiliki kendaraan itu secara pribadi. Selain itu, mobil TPI memiliki karakter teknis yakni terdapat CCTV dan GPS sementara mitra lain, tidak," papar majelis.
Selain itu, perjanjian kerja sama sebagaimama Grab dan TPPI tersebut juga berlaku bagi mitra lainnya seperti Inkopol.
Sopir taksi online melakukan pengisian daya mobil listrik di Jakarta, Kamis (13/2/2020) - Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Layanan insentif dinilai oleh majelis berlaku untuk semua mitra. Bahkan insentif dan program prioritas justru membuka ruang bagi terciptanya persaingan antarmitra.
"Berdasarkan kesaksian para mitra bernadan hukum di persidangan, terbukti mereka tidak merasakan terjadinya diskriminasi. Majelis komisi KPPU juga tidak menilai kualitas para saksi lain yang diduga melakukan pidana penggelapan, serta terkena suspend," urai majelis.
Tindakan membuka blokir kendaraan yang terkena suspend pun menurut majelis bisa dilakukan terhadap semua mitra, bukan hanya TPI saja.
Atas pertimbangan itulah, majelis menerima keberatan para pemohon, sekaligus membatalkan putusan KPPU yang memberikan denda kepada Grab serta TPI.
Hotman Paris, kuasa hukum para pemohon menyatakan putusan itu sudah tepat. Dia mengaku siap meladeni KPPU jika mengajukan kasasi.
Sementara itu, Manaek Pasaribu, ketua tim KPPU dalam persidangan keberatan ini tidak memberikan pernyataan terkait putusan tersebut. Dalam persidangak dia meminta agar bisa mendapatkan salinan putusan selekas mungkin.
Seperi diketahui, Majelis KPPU pada 2 Juli 2020 menyatakan Grab dan mitranya, PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI), telah melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Dalam amar putusannya, Majelis menyebut Grab melakukan diskriminasi karena memberikan order prioritas kepada TPI, masa suspend, dan fasilitas lainnya.
Kondisi ini pun mengakibatkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah orderan dari pengemudi mitra non-TPI. KPPU kemudian memberikan sanksi denda total Rp 30 miliar dengan rincian Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp22,5 miliar atas Pasal 19(d). Sedangkan TPI dikenakan denda total Rp19 miliar dengan rincian Rp4 miliar dan Rp15 miliar atas dua pasal tersebut.