Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Tangguhkan Perjanjian Ekstradisi dengan Hong Kong

Tindakan ini menjadi bukti terbaru dari memburuknya hubungan AS-China dalam beberapa pekan sejak Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong.
Demonstran berkumpul di Statue Square, di luar gedung kantor pusat HSBC. Sejumlah bank mulai menarik kebijakan work from office seiring dengan jumlah kasus positif Covid-19 yang meningkat di Hong Kongn/Fotografer: Kyle Lam / Bloomberg
Demonstran berkumpul di Statue Square, di luar gedung kantor pusat HSBC. Sejumlah bank mulai menarik kebijakan work from office seiring dengan jumlah kasus positif Covid-19 yang meningkat di Hong Kongn/Fotografer: Kyle Lam / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menghentikan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong pada Rabu (19/8/2020).

Tindakan ini menjadi bukti terbaru dari memburuknya hubungan AS-China dalam beberapa pekan sejak Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong.

Perjanjian tersebut adalah salah satu dari tiga perjanjian bilateral AS dengan Hong Kong yang diumumkan oleh pemerintahan Trump untuk ditangguhkan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus mengatakan perjanjian ini mencakup penyerahan tersangka buronan, pemindahan terpidana, dan pembebasan pajak timbal balik atas penghasilan yang diperoleh dari operasi kapal internasional.

Departemen Luar Negeri mengatakan langkah itu sesuai dengan perintah eksekutif Presiden Donald Trump yang dikeluarkan 14 Juli 2020. Dalam perintah tersebut, Trump menyatakan bahwa Hong Kong tidak lagi cukup otonom untuk membenarkan perlakuan yang berbeda dalam kaitannya dengan Republik Rakyat China karena undang-undang keamanan nasional.

“Langkah-langkah ini menggarisbawahi keprihatinan kami yang mendalam terkait undang-undang keamanan nasional yang telah menghancurkan kebebasan rakyat Hong Kong,” kata Ortagus, seperti dikutip Bloomberg.

Australia, Kanada, Selandia Baru, Jerman, Prancis dan Inggris juga menangguhkan perjanjian ekstradisi mereka dengan Hong Kong dalam beberapa pekan terakhir.

Pengumuman Departemen Luar Negeri AS tersebut ditempuh kurang dari dua pekan setelah pemerintahan Trump mengeluarkan sanksi ekonomi terhadap kepala eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, bersama dengan 10 pejabat saat ini dan mantan pejabat China.

Sanksi yang juga terkait dengan undang-undang keamanan nasional tersebut dirancang untuk mengeluarkan Lam dan pejabat lainnya dari sistem keuangan AS. Akibat sanksi tersebut, kemarin Lam mengatakan dia mengalami masalah dalam menggunakan kartu kreditnya.

“Untuk saya sendiri, tentu saja akan ada sedikit ketidaknyamanan di sana-sini, karena kami harus menggunakan beberapa layanan keuangan dan kami tidak tahu apakah itu akan berhubungan kembali dengan agensi yang memiliki beberapa bisnis di Amerika - dan penggunaan kartu kredit agak terhambat," kata Pemimpin Eksekutif Carrie Lam dalam wawancara CGTN yang diposting Senin malam (17/8/2020).

Seperti diketahui, undang-undang keamanan nasional mengizinkan orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan tertentu untuk dituntut di China daratan, di mana pengadilan dikendalikan oleh Partai Komunis yang berkuasa.

Kejahatan yang tidak didefinisikan secara jelas dalam undang-undang tersebut digambarkan sebagai “pemisahan diri”, “subversi”, “kegiatan teroris” dan “kolusi dengan negara asing atau dengan elemen eksternal yang membahayakan keamanan nasional”.

Pada konferensi pers Gedung Putih pada hari Rabu, Trump tidak secara langsung membahas tindakan Departemen Luar Negeri tersebut. Namun, Trump berkomentar bahwa AS tidak lagi akan "mensubsidi" Hong Kong dengan "insentif".

“Kami benar-benar memberi mereka insentif dan subsidi yang luar biasa, agar mereka sukses, demi kebebasan. Tapi sekarang kebebasan tampaknya telah direnggut. Saya akan menarik semuanya kembali,” ungkapnya, seperti dikutip South China Morning Post.

Trump tidak mengklarifikasi apa yang dia maksud ketika berbicara tentang "insentif", tetapi komentar itu hampir identik dengan apa yang dia katakan Kamis pekan lalu, ketika dia memperkirakan bahwa pasar Hong Kong akan menjadi seperti neraka di bawah kendali China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper