Bisnis.com, JAKARTA — Gerak cepat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Perpu Pilkada menjadi UU mematahkan semangat elemen masyarakat Kota Solo, Jawa Tengah, untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi.
Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP) mengajukan permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) soal Pemilihan Kepala Daerah pada 8 Juni. Pemohon keberatan dengan pergeseran pemungutan suara Pilkada 2020 dari September ke Desember yang termaktub dalam Perpu No. 2/2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada).
Terhadap permohonan tersebut, MK sudah mengadakan sidang pemeriksaan pendahuluan pada 24 Juni. Selanjutnya, sidang perbaikan diagendakan pada 14 Juli.
Di antara dua jadwal tersebut, nasib Perppu Pilkada sudah terang-benderang. Pada 30 Juni, Komisi II DPR memberikan lampu hijau agar beleid tersebut dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi UU.
Kuasa hukum PWSPP kemudian mengirimkan surat ke Kepaniteraan MK. Isinya berisi pencabutan permohonan sesuai dengan permintaan klien.
“Ketika [Perpu 2/2020] sudah menjadi UU maka objek perkara menjadi berbeda,” kata Sigit N. Sudibyanto, kuasa hukum PWSPP, dalam sidang perbaikan permohonan di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
PWSPP sudah belajar dari permohonan-permohonan terdahulu. Salah satunya adalah gugatan Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perpu 1/2020 diuji oleh sejumlah elemen masyarakat ke MK setelah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Maret. Namun, DPR keburu mengesahkan menjadi UU sehingga permohonan di MK menjadi kehilangan objek.
Prediksi PWSPP atas nasib Perpu Pilkada menjadi kenyataan. Di Senayan, pada hari yang sama dengan sidang perbaikan permohonan, rapat paripurna DPR secara resmi menyetujui Perppu 2/2020 menjadi UU.
KONTRAPRODUKTIF
Awalnya, pencoblosan Pilkada 2020 direncanakan pada September. Namun, Perpu No. 2/2020 yang ditetapkan Presiden Jokowi pada 4 Mei menggeser jadwal pemungutan suara ke bulan terakhir 2020 menyusul pandemi Covid-19.
PWSPP lantas menggugat Pasal 201A ayat (1) dan (2) Perpu Pilkada untuk meminta MK menyesuaikan pencoblosan dengan status bencana nonalam pandemi Covid-19.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Sigit mengatakan bahwa pemungutan suara Desember mengharuskan tahapan Pilkada 2020 dimulai pada Juni. Tahapan itu adalah pemutakhiran data pemilih dan sosialisasi yang mengharuskan kontak antarmanusia.
“Akibat yang timbul dari dipaksanya Pilkada pada Desember 2020 akan memperparah penyebaran virus Covid-19, sehingga pemohon dan masyarakat semakin tidak bisa beraktivitas secara normal,” katanya.
PWSPP juga mengingatkan bahwa pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 bertentangan dengan Kepres No. 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 sebagai Bencana Nasional. Dengan kata lain, pemohon memandang tidak tepat pesta demokrasi digelar ketika bencana.
Sigit mengingatkan pula bahwa himbauan pemerintah untuk menjaga jarak sosial masih berlaku. Seruan tersebut dinilai pemohon kontraproduktif bila tahapan Pilkada 2020 masih diakomodasi.
Pilkada 2020 diselenggarakan secara serentak di 270 daerah. Sebanyak sembilan provinsi menggelar pemilihan gubernur, 224 kabupaten melaksanakan pemilihan bupati, dan 37 kota menghelat pemilihan wali kota.
Kota Solo, Jawa Tengah, merupakan salah satu daerah penyelenggara Pilkada 2020.