Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AmCham: Perusahaan AS Khawatir Soal UU Keamanan Hong Kong

Mayoritas perusahaan asal Amerika Serikat yang beroperasi di Hong Kong ditemukan khawatir tentang dampak Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru-baru ini diberlakukan di kota itu oleh China.
Pedagang bekerja di lantai bursa New York Stock Exchange./ Michael Nagle - Bloomberg
Pedagang bekerja di lantai bursa New York Stock Exchange./ Michael Nagle - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas perusahaan asal Amerika Serikat yang beroperasi di Hong Kong ditemukan khawatir tentang dampak Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru-baru ini diberlakukan di kota itu oleh China.

Menurut sebuah survei dari Kamar Dagang Amerika (AmCham), sebanyak 76 persen dari perusahaan yang disurvei merasa khawatir tentang ketentuan dalam undang-undang tersebut yang melarang subversi, pemisahan diri, terorisme, dan kolusi asing.

Jajak pendapat ini menerima respons dari 183 perusahaan, dengan lebih dari separuhnya berkantor pusat di AS.

Ketika ditanya apa yang paling memprihatinkan mereka tentang undang-undang itu, sebagian besar perusahaan menegaskan keprihatinan yang disuarakan oleh pemerintah asing dan kelompok masyarakat sipil.

Mereka mengatakan khawatir tentang ambiguitas ruang lingkup dan penegakan undang-undang, ancaman yang ditimbulkannya terhadap sistem peradilan independen di Hong Kong, dan risiko hilangnya status kota ini sebagai pusat keuangan global.

“Potensi penerapan hukum keamanan nasional yang sewenang-wenang menakutkan bagi banyak orang, sementara pengadilan Hong Kong tidak berdaya untuk melindungi orang-orang dan aturan hukum,” ungkap satu responden kepada AmCham, seperti dilansir Bloomberg, Senin (13/7/2020).

“Sebagian karyawan kami telah memilih untuk pergi ke negara-negara yang lebih aman. Yang lainnya sangat prihatin dan mempertimbangkan opsi yang mereka punya,” jelasnya.

Pejabat Hong Kong dan China daratan telah membela undang-undang tersebut sebagai langkah penting untuk membendung kerusuhan yang mengguncang bekas koloni Inggris tahun lalu, sebelum pandemi global Covid-19 meredam gerakan protes massa.

Di sisi lain, sekitar 26 persen perusahaan mengatakan undang-undang baru ini membuat mereka merasa lebih aman dan menegaskan argumen pemerintah tentang perlunya stabilitas.

Sementara itu, sekitar 50 persen mengatakan undang-undang itu membuat mereka merasa kurang aman dan 22 persen responden mengatakan tidak peduli.

Banyak perusahaan mengutarakan kekhawatiran mereka tentang masalah keamanan data, tindakan pembalasan dari pemerintah asing dalam bentuk kontrol atau tarif ekspor, erosi otonomi Hong Kong, serta kesulitan mempekerjakan dan memindahkan staf-staf bertalenta ke kota itu.

Hampir separuh dari responden mengatakan kemungkinan ekstradisi ke China daratan sebagai uji coba, yang perkenankan oleh undang-undang keamanan baru ini, adalah "pengubah permainan" untuk posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional tepercaya.

Sebagian besar perusahaan mengatakan mereka mengadopsi pendekatan wait and see terkait undang-undang ini, sementara beberapa perusahaan berencana untuk mengurangi perdagangan dan investasi di Hong Kong, serta perjalanan bisnis antara Hong Kong dan AS.

Meski dua per tiga perusahaan mengatakan tidak punya rencana untuk angkat kaki, sekitar sepertiga mengatakan akan mempertimbangkan untuk memindahkan aset, modal, atau operasi bisnis dari Hong Kong dalam “jangka menengah hingga jangka panjang”.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper