Bisnis.com, JAKARTA – Saham HSBC Holdings Plc, anjlok pada awal perdagangan di bursa Hong Kong menyusul laporan bahwa Amerika Serikat tengah mempertimbangkan sanksi terhadap perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut.
Dilansir dari Bloomberg, saham HSBC anjlok hingga 3,3 persen pada awal perdagangan, penurunan terebsar dalam tiga pekan terakhir. Penurunan ini sekaligus menjadikan saham HSBC penekan terbesar pada indeks Hang Seng.
HSBC secara khusus disebut sebagai target potensial setelah Menteri Luar Negeri Michael Pompeo bulan lalu berbicara mengenai kepala eksekutif HSBC untuk wilayah Asia Pasifik, Peter Wong, karena menandatangani petisi yang mendukung UU keamanan nasional.
Dalam kesempatan itu, Pompeo menyebut UU tersebut sebagai langkah China menghancurkan otonomi di Hong Kong.
Bank yang HSBC di London ini tengah menghadapi kesulitan politik dalam upaya ekspansi di China. HSBC bulan lalu mendukung undang-undang keamanan baru China dan sekarang mendapat kecaman lebih lanjut dari para politisi di AS dan Inggris.
Dalam sebuah pernyataan di akun resmi WeChat bulan lalu, HSBC berjanji meningkatkan investasi di China guna menjaring lebih banyak klien ritel. Sebagai tahap awal, bank akan membuka layanan perencanaan keuangan dan investasi digital bagi nasabah di China.
Kongres sebelumnya AS meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan memberi sanksi kepada para pejabat pemerintah China dan Hong Kong terkait. Ancaman yang dihadapi perusahaan-perusahaan besar di Wall Street dan Eropa bisa lebih nyata jika China melakukan pembalasan.
Untuk diketahui, HSBC menghasilkan lebih dari dua pertiga laba sebelum pajak dari Hong Kong HSBC juga merupakan bank penerbit surat berharga terbesar di Hong Kong, sehingga berisiko lebih besar daripada Standard Chartered Plc. dan BOC Hong Kong Holdings Ltd.
Saham Standard Chartered melemah 1,7 persen hari ini, sedangkan saham BOC Hong Kong melemah 1,2 persen.