Bisnis.com, JAKARTA - PBB memerintahkan penyelidikan atas pelanggaran hak asasi manusia di Libya.
Perintah itu dikeluarkan PBB setelah ditemukannya kuburan massal di kota Tarhuna menyusul mundurnya pasukan yang berbasis di wilayah timur negara tersebut.
Misi pencarian fakta ke Libya telah dibentuk oleh Badan HAM PBB setelah jaksa penuntut dari Pengadilan Kriminal Internasional mengatakan bahwa kuburan massal yang ditemukan baru-baru ini kemungkinan akibat kejahatan perang.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB kemarin mencapai kesepakatan atas resolusi yang sangat mengutuk semua tindakan kekerasan di Libya. Dewan HAM mendesak Kepala HAM PBB Michelle Bachelet mengirim misi pencarian fakta ke negara Afrika Utara itu.
Libya, produsen minyak utama, telah terperosok dalam kekacauan sejak 2011 ketika penguasa lama Muammar Gaddafi digulingkan dalam pemberontakan yang didukung NATO.
Sejak 2015, sebuah perebutan kekuasaan telah mengadu pemerintah yang diakui PBB di Tripoli melawan komandan militer pemberontak yang berpangkalan di timur, Khalifa Haftar. Kedua pihak sama-sama didukung oleh kekuatan asing yang bersaing.
Baca Juga
Resolusi PBB menyatakan keprihatinannya pada laporan "penyiksaan, kekerasan berbasis seksual dan gender dan kondisi keras di penjara dan pusat penahanan."
Para ahli misi pencari fakta akan "mendokumentasikan dugan pelanggaran HAM oleh semua pihak di Libya sejak awal 2016," menurut resolusi itu seperti dikutip Aljazeera.com, Selasa (23/6/2020).
Tamim Baiou, Duta Besar Libya untuk PBB di Jenewa, mengatakan kepada dewan itu sesaat sebelum resolusi diadopsi oleh konsensus. Dia berharap langkah itu akan menandai "titik balik untuk masa depan yang lebih baik bagi Libya".
Resolusi tersebut diajukan pada bulan Maret oleh sekelompok negara Afrika, tetapi badan yang berbasis di Jenewa itu terpaksa menunda sidang tahunan utamanya selama tiga bulan karena pandemi virus Corona.