Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Morgan Stanley menyatakan ekonomi global berada dalam siklus ekspansi baru dan hasilnya akan kembali ke tingkat sebelum krisis virus Corona pada kuartal keempat tahun ini.
"Kami memiliki kepercayaan yang lebih besar untuk pemulihan berbentuk V, mengingat kejutan kenaikan baru-baru ini dalam data pertumbuhan dan tindakan kebijakan," tulis ekonom yang dipimpin oleh Chetan Ahya dalam catatan penelitian, dilansir Bloomberg, Senin (15/6/2020).
Para ekonom memprediksi resesi tajam tetapi berlangsung pendek. Selain itu, pertumbuhan PDB global akan mencapai -8,6 persen year-on-year pada kuartal kedua dan pulih menjadi 3,0 persen pada kuartal pertama 2021.
Morgan Stanley mencatat tiga alasan mengapa resesi akan berlangsung singkat. Pertama, ini bukan kejutan endogen yang dipicu oleh ketidakseimbangan besar. Kedua, tekanan deleveraging akan lebih moderat dan ketiga, dukungan kebijakan telah menentukan, cukup besar dan akan efektif dalam mendorong pemulihan.
Dukungan fiskal dan moneter dari pemerintah kemungkinan tidak akan berkurang dalam waktu dekat, dengan bank sentral dan kementerian keuangan terus memompa uang ke ekonomi masing-masing negara di dunia.
"Dalam skenario dasar, kami berasumsi bahwa gelombang infeksi kedua akan terjadi pada musim gugur, tetapi akan dapat dikelola dan menghasilkan penguncian selektif," catat para ekonom, mengutip skenario di mana vaksin tersedia secara luas pada musim panas 2021.
Baca Juga
Sebaliknya, para ekonom berasumsi dalam skenario terburuk, hal itu akan kembali mendorong karantina wilayah yang ketat sehingga menimbulkan penurunan ganda.
Pandangan Morgan Stanley kontras dengan pandangan sejumlah pihak termasuk Dana Moneter Internasional atau IMF, yang pekan lalu memperingatkan bahwa ekonomi global akan pulih lebih lambat dari yang diharapkan.
Lonjakan baru-baru ini dalam kasus virus Corona di Beijing telah menimbulkan kekhawatiran kebangkitan pandemi di China, yang dapat memperlambat pemulihan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Wakil perdana menteri China mengatakan risiko sangat tinggi untuk penyebaran wabah di Beijing.
Ekonom di JPMorgan Chase & Co. yang dipimpin oleh Bruce Kasman menyoroti risiko melonjaknya utang dan defisit dapat memaksa pemerintah untuk mengurangi kembali stimulus fiskal besar-besaran.
"Pergantian dalam kebijakan fiskal ini, bersama dengan langkah-langkah terbatas yang diharapkan dari bank sentral, merupakan faktor penting yang mendasari perkiraan kami untuk pemulihan yang tidak lengkap hingga 2021," kata ekonom JPMorgan dalam sebuah catatan.