Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan studi Environmental Diplomacy dinilai penting agar kita terhindar dari perilaku hegemonial atas sumber daya alam dan lingkungan, yang dapat mengancam keilmuan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan pentingnya pengembangan studi Environmental Diplomacy seperti diutarakan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan telah dibahas oleh IPB dan Universitas Indonesia (UI) untuk pengembangannya.
“Karena ciri hegemoni itu juga seolah akan dibawa kepada perspektif ilmiah seperti terkait metodologi, definisi, dan batasan ilmiah tentang hutan, hutan primer, deforestasi, dan sebagainya. Tidak ada kebenaran yang mendua. Seharusnya pendidikan, teknologi, dan lingkungan adalah subyek yang netral, bukan subyek yang mengandung polaritas politik,” ujar Siti ketika memberikan sambutan pada halal bihalal online diselenggarakan Himpunan Alumni Program Studi Lingkungan (HAPSL) IPB dan Program Studi (PS) S2/S3 PSL IPB, dan Ecologica mahasisa S2-S3 PSL IPB, Sabtu (13/6/2020).
Hadir dalam halal bihalal ini, Rektor Universitas Tirtayasa Fatah Sulaiman, Rektor IPB Arif Satria, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, dosen, alumni se-Indonesia, dan mahasiswa S2/S3 PSL.
Untuk itu, Siti menyambut baik, sangat mendukung, dan akan turut memfasilitasi peminatan studi Environmental Diplomacy. Bidang ini perlu segera dibuka di PSL IPB dan bersama UI sesuai rencana Rektor IPB karena kuatnya indikasi hegemonial untuk mengontrol Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan lingkungan yang harus dapat diatasi dengan baik.
Siti menyatakan bahwa persoalan dan masalah kebakaran hutan, metode ilmiah analisis iklim dan karhutla, serta metode analisis deforestasi adalah yang utama saat ini sedang dalam ‘pertarungan hegemonial ilmiah itu’.
Isu lain yang penting untuk diantisipasi adalah persoalan carbon pricing dan natural capital. Dengan gambaran itu, Siti menyatakan dukungan penuh kepada IPB dan UI untuk penyiapan program-program studi yang relevan menjawab masalah yang sedang dihadapi Indonesia.
Lebih lanjut, Siti menyatakan bahwa perjuangan kita menjaga lingkungan dan sumber daya alam dengan segala relevansinya itu, pada dasarnya adalah mandat mulia Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap tumpah darah dan bangsa Indonesia.
Secara khusus, Siti juga menyoroti soal pandemi Covid-19 yang dikelola dengan langkah-langkah pemerintah bersama masyarakat pada aspek lingkungan menegaskan pentingnya untuk aktualisasi tata kelola atau governance aspek lingkungan, atau environmental governance.
“Artinya keterbukaan dan ketertiban dalam praktik, aturan pokok atau rule base dan hal-hal yang harus secara luas diketahui, dipahami, dan dilaksanakan oleh penyelenggara negara dan oleh masyarakat. Hal ini semakin diperlukan pada konteks misalnya RUU Cipta Kerja dengan orientasi kemudahan berusaha dan penyederhanaan izin lingkungan.”