Covid-19, Momentum Kebangkitan Riset & Inovasi Dalam Negeri 

Sejak temuan awal pasien corona di Indonesia awal Maret, Kemenristek/BRIN, langsung membentuk Konsorsium Riset dan Ino­vasi Covid-19.
Peluncuran Produk Inovasi Covid-19 yang diselenggarakan oleh Kemenristek.
Peluncuran Produk Inovasi Covid-19 yang diselenggarakan oleh Kemenristek.

Bisnis.com, JAKARTA – Sejak temuan awal pasien corona di Indonesia awal Maret, Kemenristek/BRIN, langsung membentuk Konsorsium Riset dan Ino­vasi Covid-19.

Tujuannya menyatukan seluruh stakeholder dalam upaya menghasilkan beragam produk invensi dan inovasi di bidang pencegahan, deteksi & skrining, alat kesehatan & pen­­dukung, terapi, dan sosial humaniora yang dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat guna mencegah, mendeteksi, dan merespon Covid-19. 

“Karena dalam kondisi pandemi global, bekerja sendiri bukan lagi opsi. Bahkan di dunia pun, kolaborasi antara peneliti maupun kolaborasi peneliti dengan industri, itu menjadi keharusan,” tutur Menristek/Kepala BRIN Bambang P.S. Brodjonegoro, Selasa (9/6).

Ternyata, langkah yang diambil tersebut sangat tepat karena hanya dalam waktu dua bulan setelah dibentuk, konsorsium yang beranggotakan banyak stakeholder seperti dari Lembaga Litbang LPNK, Kementerian, Perguruan Tinggi, BUMN, dan swasta tersebut, berhasil melahirkan 57 produk yang sangat berguna dalam ikut penanganan Covid-19. 

Covid-19, Momentum Kebangkitan Riset & Inovasi Dalam Negeri 

Di antara puluhan produk yang telah dihasilkan tersebut, setidaknya terdapat 9 produk utama, a.l PCR test kit, Rapid Diagnostic Test (RDT) kit, emergency ventilator, imunomodulator, plasma convalescence, laboratorium bergerak Biosafety Level-2 (BSL-2), sistem Artificial Intelligence (AI) untuk deteksi Covid-19, robot pembantu tenaga medis, dan powered air purifying respirator. 

Hingga pertengahan Mei 2020, bertepatan Hari Kebangkitan Nasional ke-112, Presiden Joko Widodo pun me­luncurkan 9 produk utama dari sekitar 57 produk hasil konsorsium tersebut. 
Beberapa produk inovasi alat kesehat­an Konsorsium Covid-19 ini juga telah diproduksi oleh BUMN dan industri swasta.

Contohnya Rapid Test IgG/IgM yang sudah diproduksi sebanyak 10.000 test kit dan didistribusikan di beberapa rumah sakit di Yogyakarta, Surabaya, dan Semarang bulan ini. 

Kemudian, PCR Diagnostic Test Kit yang akan diproduksi 100.000 test kit pada akhir Mei 2020 dan di­distribusikan dengan merk BioCov-19. Beberapa produk lainnya juga akan diproduksi oleh mitra industri dan didistribusikan kepada fasilitas kese­hatan yang membutuhkan. 

Presiden Jokowi sangat mengapresiasi dan bangga terhadap inovasi yang sesuai dengan kebutuhan di saat pandemi Covid-19. “Dunia sedang beradu cepat dalam menangani wabah Covid-19. Kita harus menjawabnya dengan inovasi dan karya-karya nyata yang konkret. Ini adalah momentum kebangkitan bangsa kita,” tutur Jokowi. 

Presiden pun mengingatkan bahwa ino­vasi terkait penanggulangan Covid-19 dari konsorsium tersebut harus terus di­dukung oleh para investor, industri, dan seluruh masyarakat agar dapat dipakai secara luas di masyarakat. 

“Sudah saatnya dunia industri harus berani berinvestasi, sudah saatnya ma­sya­rakat juga mulai mencintai produk-produk dalam negeri, dan kita harus bangga buatan Indonesia. Kita harus terus-­menerus memperbaiki ekosistem yang kondusif,” ujarnya. 

Menristek menambahkan bahwa dengan produksi massal dari hasil inovasi tersebut diyakini dapat mengurangi ketergantungan akan barang impor, karena sejumlah produk alat kesehatan dan juga farmasi saat ini memang sudah bisa dibuat oleh putra bangsa sendiri.

“Pasca launching, Gugus Tugas Covid-19 juga siap melakukan pengada­­an dan tengah melihat kebutuhan berbagai produk. Karena ini produk inovasi bukan komersial biasa, maka Kemenristek sedang melengkapi detail administrasi pengadaannya,” terangnya.

Keberpihakan

Menurut Bambang, momentum pandemi Covid-19 ini juga memberi peluang inovasi lokal untuk mampu bersaing dengan impor meskipun masih menghadapi sejumlah tantangan yang tidak mudah.

“Ke depan, pasca pandemi, produk Indonesia harus tetap bersaing dengan impor, dan ini diperlukan keberpihakan dari kementerian terkait, untuk mendahulukan inovasi Indonesia. Kuncinya adalah pemerintah sebagai pendorongnya dan swasta menyertainya di belakang,” ujarnya. 

Selain keberpihakan, tantangan terbesar lainnya adalah menyangkut trust atau sinergi antara dunia penelitian dengan industri. Pasalnya selama ini masih terdapat gap antara peneliti dan industri yang cukup besar.

“Industri dinilai kurang percaya pada SDM Indonesia bisa melakukannya, dan peneliti melihat industri hanya ingin impor saja. Nah, momentum pandemi ini kita juga akan manfaatkan agar gap itu berkurang,” ujarnya.

Pihaknya pun berharap hal itu bisa direplikasi di berbagai bidang lainnya. Hal ini sangat strategis. Karena alat kesehatan masih tergantung dengan impor, ketergantungan alkes masih sekitar 90% dan bahan baku obat 95%. 

“Ini momentum sangat baik, bukan  hanya atasi pandemi tapi lebih penting ke depan membangun ekosistem industri alkes dan bahan baku obat, sehingga meskipun impornya tidak hilang, paling tidak harus bisa kita kurangi. Jadi ada potensi, tinggal bagaimana membawa hasil riset ini menjadi hilirisasi,” ujarnya.

Apalagi, lanjut Menristek, untuk sisi harga jual, beberapa produk hasil inovasi anak negeri justru lebih murah, seperti sejumlah ventilator, alat rapid test dan pcr test kit.

Vaksin Dikebut

Di tengah pandemi saat ini, berbagai negara pun seolah berlomba dalam pengembangan dan produksi vaksin COVID-19, tak terkecuali Indonesia. 

Kemenristek/BRIN menegaskan Indonesia tentu memerlukan pula vaksin khusus Covid 19 yang berbeda dengan rintisan negara lain. 
Bambang yakin Indonesia mampu mengembangkan vaksin secara mandiri atau minimal atas hasil kerjasama saling menguntungkan dengan syarat adanya konsolidasi sumber daya manusia yang kompeten secara nasional dan adanya dukungan optimal fasilitas laboratorium. 

Menurut Menristek, kemandirian dalam penemuan dan pengembangan vaksin COVID-19 merupakan hal yang urgensi. Untuk itu diperlukan kerja sama berbagai pihak. Pasalnya, terdapat perbedaan pengembangan vaksin di negara-negara barat dan di Indonesia. 

Pengembangan vaksin di negara-negara barat umumnya dilakukan perusahaan swasta yang bertujuan murni bisnis. Se­mentara di Indonesia, yang menjadi leader adalah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang memiliki kapasitas pe­nelitian dan pengembangan, sebelum diproduksi oleh Biofarma.

“Kalau di luar benar benar murni bisnis sehingga kalau saya perhatikan lomba cari vaksin di global ini ujungnya kepada harga saham mereka di pasar modal. Maka setiap kali ada klaim, pasti harganya naik, tapi kalau klaim kurang bagus harganya turun. Kita di Indonesia melihatnya berbeda dan tidak ada urusan dengan harga saham itu, karena Biofarma memang bukan perusahaan terbuka,” ujarnya. 

Sementara itu, terkait progresnya saat ini Kemenristek masih mencoba secara pa­ralel. Satu sisi mendorong pengembangan dari awal dilakukan di dalam negeri tapi saat bersamaan juga memberikan kesem­patan kepada perusahaan farmasi swasta untuk kerjasama dengan pengembang vaksin di luar negeri, karena alasan untuk memperoleh vaksin yang cepat.

“Intinya kita ingin dapat cepat, efektif dan cocok jenis virus di Indonesia, serta memiliki kemandirian pengembangan vaksin dan produksi,” ujar Bambang.

Berdasarkan perhitungan Kemenristek, paling tidak di tahap awal diperkirakan sekitar 176 juta orang yang perlu untuk diberi vaksin. Jika setiap orang setidaknya perlu dua kali vaksin maka kebutuhan sekurangnya mencapai 353 juta vaksin.

Bambang memperhitungkan setidaknya pada akhir tahun ini bibit vaksin atau vaccine seed khusus untuk strain coronavirus di Indonesia sudah ada walaupun penggunaannya untuk imunisasi massal kemungkinan baru bisa dilakukan tahun depan. Bibit vaksin harus lolos uji medis terlebih dulu baru dapat diproduksi massal untuk paling tidak separuh penduduk Indonesia.

“Memproduksi vaksin itu jelas tidak gampang dan skalanya besar. Ada 260 juta penduduk. Jadi kita buat vaksin separuh sampai dua pertiga penduduk yang harus divaksin. Itu belum menghitung boosternya,” ujarnya.

Karena itulah Kemenristek tengah memacu upaya penemuan vaksin Corona guna menjawab tantangan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper