Bisnis.com, JAKARTA - Pencatatan angka kematian pasien Covid-19 di daerah dan di pusat yang belum sinkron menjadi problem memasuki masa new normal awal Juni 2020 ini.
Berdasarkan data yang dikompilasi pada 29 Mei 2020, Laporcovid-19 menemukan, pelaporan data kematian terkait Covid-19 yang masih tidak seragam karena tidak semua kabupaten dan kota serta provinsi mencatat angka kematian terduga Covid-19.
Inisiator Laporcovid-19, Irma Hidayana menegaskan berdasarkan data yang dikumpulkan, hanya 21 dari 34 provinsi yang memiliki pencatatan tentang data PDP yang meninggal.
"Sehingga jika mengikuti anjuran WHO untuk pencatatan kematian Covid-19, kami hanya bisa menghimpun pencatatan data kematian dari 22 provinsi saja," jelasnya dikutip dari siaran pers, Rabu (3/6/2020).
Irma menyatakan masih terdapat 10 provinsi yang tidak memiliki data ODP/PDP meninggal antara lain; Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kep. Bangka Belitung, Maluku, Maluku Utara, NTB, dan Sulawesi Tengah.
Selain itu, dari data kematian per 29 Mei 2020, jumlah total kematian kasus terduga Covid-19 masih jauh lebih tinggi dari jumlah kematian positif Covid-19 di 34 provinsi. Perbandingannya masih lebih dari 3.5 lipat. Pencatatan ini masih konsisten dengan temuan perbandingan angka kematian sejak 9 Mei-15 Mei.
Kematian positif Covid-19 sebesar 1.503 alias 23 persen dan kematian ODP + PDP sebesar 5.021 alias 77 persen, sehingga total kematian terkait Covid-19 mencapai 6.323.
Irma pun menyimpulkan saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan berakhir. Namun jumlah kasus bertambah yakni di Makassar, Tegal dan Palangkaraya sudah mengakhiri PSBB sejak tanggal 21, 23 dan 24 Mei 2020.
"Nyatanya jumlah kasus tidak berkurang atau terkendalikan. Contohnya, ada 84 kasus positif baru di Makassar terhitung sejak tanggal 22 hingga 29 Mei 2020," ungkap Irma.
Makassar sebagai kota dengan populasi penduduk tertinggi di Indonesia Timur itu mengalami peningkatan PDP aktif, dari 223 orang di 22 Mei 2020 menjadi 326 di 29 Mei 2020. Sementara, Palangkaraya, pada 4 hari setelah PSBB berakhir, jumlah kasus positif bertambah dari 31 menjadi 46.
Kasus lain, OSBB Tegal yang berakhir dengan sujud syukur bersama di alun-alun, pun masih menyisakan lonjakan di PDP meninggal dan Positif meninggal, yaitu dari 11 dan 1 orang menjadi 16 dan 3 orang.
"Sebelum 3 kota tersebut mengakhiri PSBB, kami tidak menemukan informasi apakah Pemerintah Kota telah melakukan kajian epidemiologi," terang Irma.
Prof Ridwan Amiruddin, ahli epidemiologi dari Universitas Hasanuddin menyatakan jelang berakhirnya PSBB Makassar jilid 2, angka reproduksi kasus Makassar masih 2,56 yang berarti 1 kasus bisa menularkan 2-3 orang.
Irma dan Laporcovid-19 juga menyoroti himgga saat ini, pemeriksaan PCR hanya diprioritaskan pada ODP, PDP dan OTG-reaktif-rapid test. Padahal, data global menunjukkan bahwa sekitar 80 persen orang positif Covid-19 adalah kasus tanpa gejala yang berpotensi menular pada orang lain apabila tidak diisolasi.
"Karena itu, jangkauan tes PCR harus diperluas dengan melakukan tes pada OTG," tegasnya.
Untuk mengevaluasi jangkauan tes PCR, setiap daerah perlu menghitung rasio jumlah total tes PCR yang sudah dilakukan per total orang yang positif.
Sebagai contoh, rasio di DKI Jakarta adalah 9,8 artinya DKI telah melakukan 10 tes PCR untuk menemukan 1 orang kasus. Kondisi DKI Jakarta sedikit lebih baik dari kondisi tes nasional di mana angka nasional menunjukkan pengetesan terjadi pada 8 orang untuk menemukan 1 orang positif.
Sayangnya, hingga saat ini, hanya DKI yang menampilkan data total jumlah orang yang diperiksa PCR. Provinsi lain seperti Jabar hanya melaporkan total spesimen yang diperiksa, bukan total orangnya.
Laporcovid-19 adalah wadah (platform) sesama warga untuk berbagi informasi mengenai angka kejadian terkait Covid-19 di sekitar kita. Selama ini Laporcovid-19 menggunakan pendekatan citizen reporting atau crowdsourcing agar setiap warga bisa ikut menyampaikan informasi seputar kasus terkait Covid-19.