Bisnis.com, JAKARTA – Proses pembahasan dan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) dinilai telah sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat ditemui di Kantor Kemenkumham, Rabu (20/5/2020) siang di Jakarta.
Yasonna menjelaskan dalam sidang lanjutan uji materi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), pemohon gugatan mengajukan argumentasi terkait cepatnya Perppu tersebut menjadi Undang- Undang. Padahal, menurut mereka pada pasal 22 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut.
Terkait hal tersebut, Yasonna menjelaskan, Perppu Nomor 1/2020 harus cepat dibahas dan disahkan. Pasalnya, situasi pandemi virus corona yang sedang terjadi termasuk dalam kategori kegentingan yang memaksa.
“Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 menyatakan, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang,” katanya.
Sementara itu, pengesahan Perppu yang terbilang cepat juga dinilai sudah sesuai dengan Konstitusi negara. Menurutnya, poin persidangan yang berikut pada Pasal 22 ayat 2 bukan berarti sebuah peraturan akan dibahas pada masa sidang berikutnya.
Baca Juga
“Dalam satu masa sidang memang ada beberapa persidangan. Saya dulu pernah menjadi Anggota DPR, jadi saya yakin pemerintah telah menaati Konstitusi. Perppu ini sifatnya darurat, jadi perlu segera disahkan pada persidangan berikutnya, bukan masa sidang selanjutnya,” papar Yasonna.
Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna, Selasa (12/5/2020), DPR mengesahkan perppu tersebut menjadi undang-undang. Akibat keputusan DPR itu, satu dari tiga pemohon uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mencabut gugatannya di MK. Gugatan yang dicabut adalah yang dimohonkan oleh aktivis Damai Hari Lubis. Sementara dua gugatan lain yang dimohonkan oleh MAKI dan kawan-kawan serta Din Syamsuddin-Amien Rais dan kawan-kawan tetap dilanjutkan.
Para pemohon uji materi menilai Covid-19 tidak termasuk dalam kegentingan memaksa dan APBN hanya boleh direvisi melalui APBN perubahan, bukan melalui perppu. Selain itu, pemohon juga menyoroti Pasal 27 ayat (1) yang mengatur imunitas hukum pemerintah dan/atau anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) karena dianggap bentuk pengistimewaan pejabat tertentu yang berpotensi pada terjadinya tindak pidana korupsi.