Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat, pakar ekonomi dan ekonom ekuitas berharap pemerintah India mengeluarkan lebih banyak stimulus untuk menghidupkan kembali ekonomi.
Langkah-langkah stimulus sejauh ini dinilai belum cukup dan fokus investor bergeser pada memburuknya indikator makro.
Pemerintah India memperpanjang lockdown secara nasional hingga 31 Mei dan semakin melonggarkan pembatasan di sektor-sektor tertentu untuk meningkatkan kegiatan ekonomi. Keputusan ini diambil di tengah peningkatan jumlah kasus virus Corona di seluruh negeri.
Paket penyelamatan virus senilai US$265 miliar setara dengan 10 persen dari produk domestik bruto India, tetapi beberapa ekonom memperkirakan tambahan belanja pemerintah hanya sekitar 1 persen dari PDB.
Infeksi Covid-19 melonjak di seluruh negara dengan 1,3 miliar penduduk itu. Menurut data dari Johns Hopkins University, ada lebih dari 95.698 infeksi, termasuk 3.025 kematian.
Sementara itu, ekuitas berjangka di India NSE Nifty 50 Index yang diperdagangkan di Singapura turun 0,2 persen pada Senin, menandakan saham lokal dapat memperpanjang penurunan setelah mencatat kerugian dua minggu berturut-turut.
Baca Juga
Mahesh Nandurkar dan Abhinav Sinha, analis ekuitas di Jefferies Financial Group Inc. mengatakan, dampak fiskal bersih paket ekonomi diperkirakan hanya kurang lebih 1 persen dari PDB. Sedangkan defisit fiskal gabungan diperkirakan 10,5 hingg 11 persen dari PDB untuk tahun fiskal ini.
"Antusiasmenya ada pada bagaimana krisis saat ini memungkinkan fokus pada kemudahan melakukan bisnis, e-Governance, reformasi distribusi tenaga kerja, dan peningkatan fokus pada privatisasi," katanya dilansir Bloomberg, Senin (18/5/2020).
Sedangkan, Kaushik Das, kepala ekonom India di Deutsche Bank AG mengatakan 1 persen dari pengeluaran tambahan senilai PDB tidak cukup untuk mendukung pukulan domestik yang sedang berlangsung.
Lebih banyak dukungan fiskal langsung akan diperlukan sepanjang tahun untuk mendukung pertumbuhan.
"Kami mengantisipasi 0,8 hingga 1,0 persen dari PDB dalam pengeluaran tambahan yang akan diumumkan selama tahun ini. Rekapitalisasi bank sektor publik mungkin menjadi penting, dalam pandangan kami, karena non-performing asset meningkat dalam waktu dekat, yang berpotensi menambah defisit fiskal dan utang publik di masa depan," jelasnya.