Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jadi Oposisi, Ini Alasan PKS Tolak Perppu No.1/2020 Jadi Undang-Undang

Ada empat poin yang menjadi catatan PKS untuk Perppu No.1/2020.
Presiden PKS Sohibul Iman  saat berpidato pada acara Konsolidasi Nasional Anggota DPR-DPRD PKS di Jakarta, Rabu (30/1/2019)./JIBI/BISNIS/Jaffry Prabu Prakoso
Presiden PKS Sohibul Iman saat berpidato pada acara Konsolidasi Nasional Anggota DPR-DPRD PKS di Jakarta, Rabu (30/1/2019)./JIBI/BISNIS/Jaffry Prabu Prakoso

Bisnis.com, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak untuk menetapkan Perppu No.1/2020 disahkan menjadi undang-undang. Partai oposisi ini  memberikan 22 pendapat atau catatan yang disederhanakan dalam 4 poin.

Pertama, Fraksi PKS berpendapat bahwa Perppu No.l Tahun 2020 berpotensi melanggar konstitusi disebabkan beberapa pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD NRI 1945. 

Hal ini terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara, misalnya di Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa Perubahan Postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden. 

Hal ini menurut PKS telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-undang atau yang setara. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun. 

Kemudian, RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 dan ayat 3 UUD RI Tahun 1945.

Kedua, Perpu di Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, Fraksi PKS mencermati terkait dengan Batas Atas Defisit yang tidak ditentukan akan mereduksi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan Negara. Perpu No. 1 Tahun 2020 dalam Pasal 2 menetapkan batasan defisit anggaran yang melampaui 3 persen dari PDB.

Menurut PKS, klausul dalam Perppu itu hanya menyebutkan melampaui 3 persen dari PDB, tetapi tidak menjelaskan batas atas. Tidak adanya batas atas dalam penentuan defisit APBN terhadap PDB, berpotensi menjadi tidak terkontrol dan dapat membuat belanja APBN menjadi tidak prudent atau memenuhi unsur kehati-hatian dan membengkaknya utang. 

Selain itu juga beresiko dimasukkan kepentingan-kepentingan belanja lainnya yang tidak tepat dan tidak perlu. Batas atas defisit diperlukan agar adanya kepastian hukum, dan agar risiko keuangan akibat defisit menjadi terukur dan managable.

Keempat, Fraksi PKS juga  berpendapat bahwa skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998. 

Penyimpangan tersebut telah membebani negara lebih dari Rp650 triliun ditambah dengan beban bunganya. Beban berat ini menurut PKS kemudian ditanggung oleh rakyat secara keseluruhan melalui beban pajak dan inflasi yang berkelanjutan.

Sementara, segelintir kelompok konglomerat menikmati kebijakan yang tidak adil dari fasilitas BLBI dan Obligasi Rekap dan tetap menjadi penguasa modal paska reformasi sampai sekarang. 

"Mereka tetap memiliki privilege menjadi oligarki ekonomi dan modal yang bahkan mempengaruhi lanskap sosial dan politik hari ini. Fraksi PKS menolak skema bail-out dari keuangan negara atas kerugian perusahaan swasta baik bank, maupun lembaga keuangan," tulis PKS dalam pendapat yang disampaikan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah.

Dengan pertimbangan tersebut, Fraksi PKS mendorong Pemerintah agar mengganti Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dengan Perpu yang memperhatikan dan memasukkan poin-poin dalam Pendapat Mini Fraksi PKS tersebut di atas agar tidak menimbulkan berbagai masalah yang merugikan keuangan negara dan rakyat di kemudian hari.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper