Bisnis.com, JAKARTA - Pendidikan Indonesia masih perlu pembenahan. Hal ini lantaran mutunya masih terbilang rendah.
Lihat saja, pendidikan Indonesia masih mendapat rapor merah bahkan skornya turun di laporan Programme for International Student Asessment (PISA) pada Desember 2019 lalu.
Bukan tanpa alasan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan [BSNP] Doni Koesoema Albertus menilai penyebabnya, masih terdapat disparitas layanan pendidikan antar sekolah negeri dan swasta, dan antar daerah di Indonesia, terutama antara Pulau Jawa dan luar Jawa.
Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, kualitas pendidikan sudah baik, dan bisa menyaingi negara-negara di Asia, namun yang di pelosok dan pinggiran umumnya, masih terdapat perbedaan kualitas terkait terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan [SMP], terutama sarana prasarana pendidikan dan kualitas guru, sehingga prestasi belajar siswa pun juga timpang.
Kendati demikian, pemerintah pusat menurutnya selama ini sudah memiliki komitmen tinggi untuk memajukan dunia pendidikan dengan memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah [BOS] dan sertifikasi guru untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru. Namun, pemerintah daerah masih kurang berkomitmen dalam mendukung program pendidikan nasional.
Padahal, Doni menegaskan bahwa sekitar 60 persen dari anggaran pendidikan nasional semuanya ditransfer ke pemerintah daerah. Sayangnya, dana dari pusat ini dianggap sebagai bagian dari pendapatan daerah sehingga masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah [APBD].
Nyatanya sudah jelas, amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional [Sisdiknas] tahun 2003 menyebut pemerintah daerah juga harus berkontribusi 20 persen dari APBD untuk pendidikan. "Ini yang belum terlaksana di semua provinsi, kabupaten/kota, sehingga kualitas pendidikan kita masih memprihatinkan," tegasnya.
Sementara itu, pendidikan yang sukses, tentunya harus didukung dengan sistem yang baik. Namun, hampir 2 dekade Sistem Pendidikan Nasional [Sisdiknas] yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 belum mengalami perubahan.
Padahal, menurut Doni perkembangan zaman makin pesat, terutama di bidang teknologi, informasi, komunikasi, dan dunia digital yang mengubah konteks dan tantangan dunia pendidikan.
"Karena itu, sistem pendidikan saat ini harus segera diubah agar dapat lebih fleksibel, dinamis, fokus pada kebutuhan perkembangan peserta didik, berkualitas, sehingga anak-anak Indonesia bisa mandiri dan bersaing di dunia global," ujarnya.
Doni menuturkan bahwa perubahan sistem ini harus termasuk pada kurikulum serta sistem persiapan dan pengembangan tenaga guru, mulai dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan [LPTK] di universitas, sampai pengembangan profesi berkelanjutan oleh guru pada saat mereka sudah ada dalam jabatan dan pengajaran.