Sama-sama Tak Produktif
Perekenomian kedua negara, yang sejauh ini saling bergantung satu sama lain di berbagai sektor, jelas akan dirugikan kalau kondisi demikian berlanjut.
Hal itu pula yang dikhawatirkan oleh Stephen S. Roach, seorang guru besar dari Universitas Yale yang juga mantan Kepala Morgan Stanley Asia.
Dia mengatakan bahwa China akan kehilangan sumber permintaan luar negeri terbesarnya. Alasannya, saat ini ekspornya masih tercatat 20 persen dari produk domestik bruto (PDB)-nya.
Penulis buku Unbalanced: The Codependency of America and China itu menambahkan bahwa China juga akan kehilangan akses ke komponen teknologi AS yang dibutuhkan untuk memajukan inovasi aslinya.
“Hilangnya jangkar mata uang terhadap dollar AS juga dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan China yang lebih besar,” ujarnya seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Sabtu (2/5/2020).
Akan tetapi, konsekuensinya juga akan menjadi masalah bagi AS, yang akan kehilangan sumber utama dari barang-barang berbiaya rendah yang telah lama dinikmati oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sedangkan ekonomi AS yang lagi loyo juga akan kehilangan sumber utama permintaan eksternal, karena China telah menjadi pasar ekspor terbesar ketiga dan paling cepat bagi AS.
Sementara itu, AS akan kehilangan sumber permintaan luar negeri terbesar untuk sekuritas jenis treasury. Hal itu semakin mengkhawatirkan mengingat adanya kebutuhan dana yang mengancam defisit terbesar dalam sejarah pemerintahan negara itu.