Bisnis.com, JAKARTA - Dosen Sosiologi FISIP Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo menilai pendataan penerimaan bantuan sosial dari pemerintah yang cenderung buruk akan berpotensi menciptakan konflik di masyarakat.
Bantuan sosial masih didominasi oleh pemerintah melalui berbagai kementerian termasuk Kementerian Sosial maupun Kementerian Desa. Akan tetapi, data penerima yang buruk dan tidak diperbarui berisiko memicu konflik. Terlebih Kemensos masih menggunakan basis data tahun 2015 untuk penyaluran bantuan.
Menurutnya, pemerintah pusat akan menjadi kambing hitam apabila data penerima atau penyaluran Bansos amburadul. Terlebih bantuan tersebut berhubungan langsung dengan kelangsungan hidup masyarakat.
“Masalah bantuan, kalau ini menimbulkan kelaparan dan ada pendataan yang kacau maka pemerintah pusat akan jadi pusat serangan,” katanya saat diskusi virtual, Jumat (1/5/2020).
Dia meminta pemerintah pusat tidak hanya menyalurkan bantuan melalui jalur formal seperti melalui Rukun Tetangga (RT) maupun Rukun Warga (RW).
“Bantuan yang sudah dihimpun hanya semata-mata disalurkan ke pak RW dan anda tahu RW itu bukan kepanitiaan tapi figur tunggal. Kalau tidak disiapkan untuk itu, maka akan kacau balau, RW akan jadi korban dari kemarahan masyarakat, kalau ada kelaparan RW akan menjadi sasaran awal,” jelasnya.
Baca Juga
Menurutnya solusi cepat mengatasi masalah pendataan dan penyaluran tersebut adalah dengan membuka kerja sama dengan lembaga lokal lain seperti PKK, Karang Taruna, panitia masjid, maupun organisasi gereja.
“Kalau pemerintah pusat nggak mendengar cara ini, akan muncul politisasi bansos, apalagi yang disalurkan secara langsung, membangikan di pinggir jalan, di situasi ini akan memunculkan kerumunan baru, dan Presiden mungkin niatnya baik [menyalurkan bansos di jalanan] tapi dia malah melakukan itu [memunculkan kerumunan baru]. Apalagi dia ga pakai masker,” ujarnya.