Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berburu Reagen untuk Deteksi Virus Corona

Ekstraksi RNA adalah langkah pertama untuk melakukan tes virus corona.
Peneliti dari Professor Nidom Foundation (PNF) melakukan proses pemisahan cairan (ekstraksi) struktur pernafasan (respirasi) kelelawar asal Kepulauan Riau di Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2020). Penelitian respirasi kelelawar tersebut untuk memastikan apakah di dalamnya terdapat virus corona 2019-n CoV dan kemungkinan untuk dibuatkan vaksin pada tahapan proses penelitian berikutnya. ANTARA FOTO/Moch Asim
Peneliti dari Professor Nidom Foundation (PNF) melakukan proses pemisahan cairan (ekstraksi) struktur pernafasan (respirasi) kelelawar asal Kepulauan Riau di Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2020). Penelitian respirasi kelelawar tersebut untuk memastikan apakah di dalamnya terdapat virus corona 2019-n CoV dan kemungkinan untuk dibuatkan vaksin pada tahapan proses penelitian berikutnya. ANTARA FOTO/Moch Asim

210 Negara Butuh

Masalahnya dunia menghadapi kelangkaan reagen. Ada 210 negara di dunia  yang sudah terdampak Covid-19, dan pastinya membutuhkan reagen untuk tes virus corona.

 Di Amerika Serikat (AS) kelangkaan reagen ini sudah terjadi sejak Maret lalu. Dikutip dari www.clinicallabmanager.com, ketika jumlah kasus Covid-19 yang dikonfirmasi meningkat, ada banyak laporan kekurangan reagen yang digunakan untuk mengisolasi RNA virus corona.

Ekstraksi RNA adalah langkah pertama untuk melakukan tes virus corona.

Menurut American Society of Microbiology pada 10 Maret 2020, salah satu tantangan yang muncul adalah kekurangan pasokan untuk reagen PCR SARS-CoV-2.

Kekurangan pasokan reagen ekstraksi RNA membuat laboratorium menunda tes virus corona. Apa yang menyebabkan kekurangan itu?

Pada bulan Februari, CDC meluncurkan tes diagnostik untuk Covid-19 dan mendistribusikan kit pengujian ke hampir seratus laboratorium negara bagian dan lokal. Tetapi, mayoritas laboratorium menghadapi masalah seperti kontrol negatif dan hasil yang tidak meyakinkan.

Pada 12 Februari 2020, CDC secara resmi mengumumkan bahwa masalahnya adalah hasil dari reagen yang salah.

Kemudian, jumlah orang yang harus diperiksa meningkat. Awalnya, CDC merekomendasikan pengujian hanya untuk mereka yang mengalami demam dan/atau gejala pernapasan yang lebih rendah, dan telah melakukan perjalanan ke Wuhan, China atau telah melakukan kontak dengan kasus yang diduga atau konfirmasi positif Covid-19.

Namun, pada akhir Februari, setelah seorang pasien terinfeksi meskipun tidak memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan  atau paparan tidak diketahui, CDC memodifikasi pedomannya untuk memasukkan siapa saja yang demam yang dirawat di rumah sakit karena penyakit pernapasan.

Perubahan ini meningkatkan jumlah pasien yang diuji, dengan cepat meningkatkan permintaan untuk reagen.

 

Halaman Sebelumnya
Beda dengan Rapid Test
Halaman Selanjutnya
Produk Lokal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper