Bisnis.com, JAKARTA - Saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditanya tentang kalimat DP Penghijauan.
Hasto Kristiyanto pun menjelaskan soal percakapan melalui whatsapp yang membicarakan soal uang muka penghijauan senilai Rp200 juta tersebut.
Pertanyaan soal DP Penghijaun tersebut dilontarkan jaksa penuntut umum dari KPK/
"Ini ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), apakah saudara pernah berkomunikasi via whatsapp dengan terdakwa pada 16 Desember 2019 ada kata-kata dari saudara 'Tadi ada 600 yang 200 dipakai untuk DP (down payment) penghijauan', benar tidak?" tanya jaksa penuntut umum Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/3/2020).
"Benar sekali karena saat itu Saeful datang ke saya dan partai merencanakan ulang tahun partai pada 10 Januari 2020 di mana tanggal 10 Januari bertepatan dengan hari menanam pohon sedunia," kata Hasto di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Jakarta, Kamis.
Hasto menyampaikan hal tersebut dengan menggunakan sarana video conference saat bersaksi dalam persidangan dengan terdakwa Saeful Bahri.
"Partai merencanakan penghijauan serentak, gerakan mencintai bumi termasuk kami juga keluarkan instruksi secara resmi kepada seluruh jajaran partai untuk menjalankan penghijauan di kantor-kantor partai," ungkap Hasto.
Menurut Hasto, PDIP berencana membangun "vertical garden" di kantor DPP PDIP di Jalan Pangeran Diponegoro Jakarta Pusat.
"Di kantor pusat kami bangun banyak vertical garden dan saya merencanakan anggaran Rp600 juta untuk penghijauan di kantor partai, kami buat 5 vertical garden. Saeful menawarkan diri untuk melakukan itu, ada anggaran Rp600 juta dan Rp200 juta sebagai DP (down payment)," ungkap Hasto.
Namun, karena ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan yang juga melibatkan kader PDIP yaitu Harun Masiku dan Saeful Bahri, niat penghijauan itu terhambat.
"Belum terealisasi karena ada persoalan ini, sementara program dilakukan setelah ulang tahun partai pada 10 Januari 2020, jadi apa yang ada di komunikasi [whatsapp] itu belum terjadi," kata Hasto.
Menurut Hasto, saat itu sudah ada 5 vertical garden di DPP PDIP Jalan Diponegoro yang dibuat sejak 10 Januari sampai 5 Februari 2020
"Kenapa menyampaikan hal itu ke Saeful? Apakah Saeful akan dimintai dananya atau bagaimana?" tanya Ketua Majelis Hakim Panji Surono.
Menanggapi pertanyaan ketua majelis hakim, Hasti membeberkan alasan. "Karena setelah pencalonan legislatif yang bersangkutan datang ke saya minta dilibatkan dalam program partai," jawab Hasto.
"Kapan datang ke saudara minta dilibatkan?" cecar hakim Panji.
Atas pertanyaan tersebut Hasto menyebutkan tugas Saeful.
"Karena kami rencanakan untuk penghijauan jadi yang bersangkutan kami libatkan, ini memang program nasional partai tapi Saeful hanya yang untuk di DPP PDIP," jawab Hasto.
Hakim Panji kembali mencecar Hasto. "Karena itu yang dilibatkan penanaman pohon itu semua atau orang tertentu?" cecar hakim Panji.
Hasto menjawab bahwa khusus di DPP hanya melibatkan orang tertentu karena hanya untuk pembuatan vertical garden. "Tapi perlu pengawasan di dalamnya," ujar Hasto.
Saat persidangan berlangsung terdakwa berada di rumah tahanan (rutan) KPK di gedung KPK lama, sedangkan JPU KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saeful Bahri yang juga kader PDIP didakwa bersama-sama Harun Masiku ikut menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap dimaksudkan agar Wahyu mengupayakan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI daerah Sumatra Selatan I kepada Harun Masiku.
Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) diperingati setiap tanggal 28 November. Peringatan itu berdasarkan pada Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020, Harun Masiku hingga saat ini belum ditemukan dan sudah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron.