Bisnis.com, JAKARTA - Kontraksi dalam perdagangan luar negeri China diperkirakan berlanjut hingga kuartal kedua, karena permintaan global tetap tertekan oleh upaya untuk mengatasi wabah virus corona yang masih berlangsung.
Dilansir melalui Bloomberg, ekspor dan impor China diperkirakan telah merosot sebesar 10 persen atau lebih pada Maret. Sata yang akan dirilis pada Selasa (14/4) juga diperkirakan akan menunjukkan kelanjutan penurunan dari dua bulan pertama tahun ini.
Prospeknya juga tidak begitu baik, dengan Organisasi Perdagangan Dunia yang mengatakan bahwa 2020 dapat mengalami keruntuhan perdagangan internasional terburuk sejak depresi Hebat.
Betty Wang, ekonom senior di Australia & New Zealand Banking Group, Hong Kong, mengatakan bahwa jika pasar ekspor utama China termasuk Uni Eropa dan AS menderita pada kuartal kedua karena pandemi, ekspor China juga akan terpukul keras pada periode yang sama.
"Tidak akan mengejutkan jika ekspor China turun hingga dua digit secara tahunan pada kuartal kedua bahkan jika ada peningkatan pengiriman produk obat-obatan membantu mengimbangi kerugiannya," kata Wang, seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (13/4).
Pengiriman China sempat meningkat pada tahun 2019 karena perang dagang dengan AS dan melambatnya pertumbuhan global, dan wabah virus kemudian menyebabkan awal terlemah sejak 2012 dengan ekspor turun 17,2 persen dari tahun sebelumnya dalam dua bulan pertama.
Baca Juga
Mitra dagang seperti AS berpotensi menghadapi shutdowns berbulan-bulan sebelum konsumsi dan manufaktur dapat kembali normal.
Ekonom UBS Ning Zhang memperkirakan ekspor China menurun sebesar 20 persen antara April dan Juni, mengutip potensi resesi di AS, Eropa, Jepang, dan beberapa negara berkembang.
Sementara itu, Larry Hu dari Macquarie Group Ltd. cukup yakin bahwa pertumbuhan ekspor dapat turun lebih jauh pada kuartal kedua dan memproyeksikan penurunan 13 persen sepanjang 2020.
Skenario optimistis WTO pekan lalu menunjukkan proyeksi penurunan volume perdagangan barang internasional sebesar 13 persen pada 2020. Penurunan serupa pernah terjadi pada 2009, ketika volume perdagangan turun 12 persen selama krisis keuangan.
Adapun, skenario pesimistis WTO memperkirakan bahwa volume perdagangan barang global akan turun sebesar 32 persen tahun ini. "Jika kasus pesimistis itu terjadi, ekspor China bisa turun lebih dari 13%," menurut Hu.