Bisnis.com, JAKARTA — Pandemi Covid-19 terus berlangsung dan mendatangkan kekhawatiran di Indonesia. Hingga 10 April 2020, kasus virus corona tersebar di 34 provinsi. Seiring dengan ini, beberapa barang yang awalnya kurang mendapat perhatian masyarakat seperti masker, sarung tangan, hand sanitizer, dan baju hazmat sebagai alat pelindung diri (APD), mendadak menjadi barang penting yang sangat dibutuhkan dan teramat dicari.
Eskalasi kebutuhan terhadap APD pun terus meningkat seiring dengan semakin berkembangnya pandemi Covid-19, sementara ketersediaan barang-barang penting ini masih dirasakan tak mencukupi dan langka di pasaran.
Pemerintah merespons cepat dengan berusaha mencukupi kebutuhan barang-barang penting ini. Kran impor dibuka Kementerian Perdagangan untuk mengatasi kekurangan di dalam negeri.
Sejalan dengan ini, Kementerian Perindustrian mendorong industri APD untuk menaikkan pasokan guna memenuhi kebutuhan APD dan meminta industri tekstil melakukan diversifikasi produk sebagai pemasok APD.
Tujuannya tak lain agar kebutuhan nasional terhadap APD dapat terpenuhi, digunakan sebaik-baiknya oleh tenaga kesehatan, dan mudah terjangkau masyarakat.
Namun demikian, kebijakan terkait upaya pengadaan ketersediaan APD untuk mengatasi bencana kesehatan Covid-19 ini perlu lebih teliti dicermati.
Sejauh ini tingkat kebutuhan yang tinggi terhadap APD tetap belum bisa diredakan oleh pasokan yang berlangsung.
Tidak semudah membalik telapak tangan, masyarakat, dan utamanya para tenaga kesehatan tetap harus “berjuang keras” untuk mendapatkan barang-barang penting kesehatan ini.
Mencermati Kebutuhan
Dalam praktiknya, kemudahan perizinan dan bea masuk yang diberikan untuk mengimpor barang-barang penting kesehatan tidak serta merta menjamin ketersediaan pasokan secara merata dan mencukupi di Indonesia.
Sejumlah rumah sakit secara terbuka mengungkapkan kesulitan mereka dalam menyediakan APD bagi tenaga kesehatan. Di kalangan tenaga kesehatan, kekhawatiran tentang keselamatan diri saat memberi pelayanan kepada pasien Covid-19 terus merebak.
Di masyarakat, sebagian besar terpaksa harus berkreasi menciptakan APD seadanya. Dengan kata lain, masih terdapat kelangkaan barang-barang penting penyangga kesehatan untuk menghadapi Covid-19
Tiga hal setidaknya perlu dipertimbangkan untuk melihat permasalahan ini. Pertama, kemudahan impor cenderung berjalan kurang maksimal karena hampir seluruh negara, termasuk negara produsen APD, memerlukan barang-barang penting kesehatan untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Tidak bisa dimungkiri, negara-negara lain tentu berkepentingan pula untuk mendapatkan barang-barang ini, sehingga Indonesia harus “berkompetisi” dengan sejumlah negara lain yang juga sangat membutuhkannya.
Dalam hal ini, tentu saja keeratan hubungan antarnegara akan memengaruhi kemudahan mendapatkan barang penting untuk penanganan Covid-19, baik dalam bentuk sumbangan ataupun melalui kesepakatan pembelian.
Persaingan untuk mendapatkan APD dapat berlangsung dengan baik, bila jumlah pasokan di pasar internasional mencukupi. Namun dengan melihat kecenderungan peningkatan jumlah kasus Covid-19 di beberapa negara serta “kegagapan” negara-negara itu mencukupi kebutuhan dalam negeri APD mereka, produk serta bantuan negara-negara yang relatif sukses dalam menghadapi Covid-19 tetap dikhawatirkan tak mencukupi.
Dengan kata lain, impor barang-barang penting ini ke Indonesia besar kemungkinan juga tak mengalir lancar.
Kedua, hambatan yang dihadapi Indonesia untuk mendapatkan APD dari negara lain di atas tentunya akan membuat kelangkaan APD di Indonesia tidak segera terselesaikan.
Bahkan, beban kelangkaan ini terasa semakin berat karena keterbatasan pasokan impor belum dapat tertutupi oleh pasokan produksi APD dalam negeri secara mencukupi. Alih-alih menjadi solusi kelangkaan APD, keluwesan mengimpor APD bahkan dapat disalahgunakan sejumlah oknum yang memanfaatkan keadaan.
Bila kondisi ini terjadi dan terus berlangsung, mekanisme pasarlah yang cenderung mengemuka.
Disequilibrium antara kebutuhan nyata terhadap APD dan keterbatasan suplai yang dimungkinkan dari impor dan penyediaan dalam negeri dapat berdampak pada hal-hal ini.
Pengendalian ketersediaan APD dan penentuan harganya akan tergantung pada dinamika pasar yang berjalan. Upaya pemenuhan kebutuhan APD untuk menangani pandemi Covid-19 bakal sulit tercukupi di Indonesia, suatu hal yang harus menjadi perhatian serius kita bersama untuk melindungi masyarakat, utamanya para tenaga kesehatan kita sebagai garda terdepan menghadapi Covid-19.
Ketiga, berlakunya mekanisme pasar untuk pemenuhan kebutuhan APD di Indonesia hanya dimungkinkan, bila pasokan barang penting kesehatan ini tersedia secara melimpah.
Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan masyarakat dan petugas kesehatan secara jelas tercukupi dengan baik. Selain itu, masyarakat dapat memeroleh keuntungan dari barang yang dipilihnya dan dengan harga yang kompetitif.
Namun demikian harus diakui, kondisi semacam ini nampaknya mustahil dapat terjadi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, penambahan jumlah kasus Covid-19, kebutuhan masing-masing negara, serta keterbatasan produksi dalam negeri akan menjadi penghalang tercukupinya pasokan APD di saat-saat sekarang.
Tentu saja, bila mekanisme pasar yang berjalan dan ketersediaan APD tetap menjadi masalah, pemerintah harus segera turun tangan mengendalikan pengadaan dan peredarannya.
Upaya pengadaan dimaksimalkan melalui importasi oleh negara dan mobilisasi kekuatan produksi dalam negeri dengan arah pada ketersediaan APD di Indonesia setidaknya dalam situasi mendesak dan jangka pendek.
Sedangkan pengendalian peredaran APD dilakukan pemerintah dengan memprioritaskan pihak-pihak yang paling membutuhkan APD ini dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Kehadiran Negara
Jika pandemi Covid-19 terus berlangsung dan ketercukupan barang-barang penting penyangga layanan kesehatan tetap menjadi masalah, mau tidak mau negara harus hadir secara langsung untuk mengatasinya.
Berdasar cermatan kebutuhan di atas, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan harus segera melakukan sejumlah langkah terpadu bersama beberapa kementerian atau lembaga lainnya.
Tujuan jelasnya, agar masyarakat dan petugas kesehatan dapat mengakses secara penuh barang-barang yang yang terkait dengan alat pelindung diri yang digunakan untuk menghadapi Covid-19.
Mengacu pada landasan hukum yang ada, bagian kedelapan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan secara jelas menunjukkan substansi kehadiran negara dalam mengendalikan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting, termasuk tentunya barang-barang penting kesehatan yang saat ini sangat dibutuhkan.
Kehadiran negara dibutuhkan untuk mengendalikan ketersediaannya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.
Selain menunjuk Badan Usaha Milik Negara untuk mencukupi ketersediaan, stabilisasi harga, dan distribusi barang-barang yang dibutuhkan, Pemerintah juga perlu terus melanjutkan mobilisasi industri nasional untuk lebih memantapkan langkah-langkahnya dalam melindungi masyarakat saat pandemi Covid-19 ini.
Mobilisasi industri nasional untuk memproduksi secara massal APD di bidang kesehatan dan juga kebutuhan bahan pokok masyarakat –disertai pemberian stimulus kebijakan perekonomian tentunya– akan terasa sekali manfaatnya saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan.
Di samping itu, operasi pasar terhadap barang-barang kebutuhan pokok juga perlu dilakukan secara terkoordinasi untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan barang-barang ini di kalangan masyarakat.
Kita semua berharap, bencana kesehatan masyarakat Covid-19 ini dapat segera berakhir. Di tengah-tengah harapan besar ini, kebersamaan, kepedulian, serta kepekaan seluruh elemen bangsa sangatlah diperlukan.
Penulis
Pemerhati masalah kebijakan, Alumnus Program Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan UGM