Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai bahwa kasus saling ralat di lingkup Istana menandakan manajemen komunikasi yang masih belum ideal.
Hal ini menilik kasus pernyataan-pernyataan garda depan juru komunikasi istana yang kerap diralat atasannya, misalnya kasus Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin.
"Suka atau tidak suka, sistem komunikasi istana itu lemah sekali. Sistem komunikasi di istana tidak smooth. Terutama dari sumber-sumber informasinya. Apa yang terjadi, semisal kasus Ngabalin dan Fadjroel, bukan berarti sistem komunikasi istana kita tuduh jelek, tidak juga. Tapi mungkin salah satu contoh tidak menggunakan sumber yang kredibel atau memang [mereka] dikorbankan untuk salah sebut," ujar Hendri, Sabtu (4/4/2020).
Menurut Hendri, kedua kemungkinan ini sama-sama bisa menjadi indikator kelemahan komunikasi istana.
Apabila garda depan komunikasi istana memberi pernyataan dengan tidak menggunakan sumber yang kredibel, artinya protokol penyampaian informasi publik di istana tak ketat.
"Apa yang terjadi dengan Ngabalin dan Fadjroel ini kan harusnya diputuskan dulu apakah akan ditampilkan ke publik harus firm betul. Jadi terlihat sekali memang ada gagap komunikasi di internal istana dengan dua atau tiga kejadian ini," jelasnya.
Namun, apabila Fadjroel dan Ngabalin memang sengaja dikorbankan pihak istana demi 'cek ombak' ke publik, mengindikasikan istana masih suka meralat kebijakannya sendiri.
"Ini kan mereka ada di garis depan, bisa saja kemudian mereka dikorbankan untuk sebuah kebijakan yang diralat. Gitu," imbuhnya.
Baca Juga
Lebih lanjut dia menyatakan sistem komunkasi di Istana seharusnya diperbaiki. Sebelum menyampaikan informasi ke publik, tim komunikasi di di Istana juga harus memastikan kebijakan terkait.