Kebijakan Agresif
Sedangkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para pakar medis terkemuka mengatakan virus corona melompat dari inang hewan seperti kelelawar dan ular ke manusia.
Dengan demikian, anggapan bahwa patogen itu tidak memiliki asal alami adalah "berbahaya" bagi upaya untuk menahan laju pandemi itu.
Akan tetapi akademisi China turut mendukung narasi keterlibatan AS. Chen Xuyan, seorang ilmuwan yang berbasis di Beijing, muncul di CCTV pada 18 Maret dan mengatakan bahwa kecepatan penelitian tentang vaksin Covid-19 di AS dapat dikaitkan dengan kemungkinan bahwa Washington telah mendapatkan virus jauh sebelumnya.
Hal itu juga mengindikasikan AS mungkin telah mengirim virus tersebut ke China sebelumnya.
"Pemerintah Xi menjalankan kebijakan luar negeri yang sangat agresif saat ini dan terlibat dalam apa yang oleh Mao Zedong disebut 'perang lidah' atau perang propaganda," kata Anne-Marie Brady, seorang profesor di Universitas Canterbury yang berspesialisasi dalam politik China.
Kebencian rakyat China juga turut dikompori oleh keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menggunakan istilah seperti "virus asing" dan lebih sering, "virus China" untuk merujuk pada patogen baru itu.
Dalam satu postingan online saat konferensi pers baru-baru ini, Trump terlihat mencoret kata "corona" dan menulis "CHINA" di depan kata "virus" dalam naskah pidatonya.
Kementerian Luar Negeri China spontan saja menyebut langkah itu tidak bertanggung jawab dan bernuansa rasis.
Tanpa membuang-buang kesempatan, komentar Trump dijadikan taktik bagi pemerintah China untuk memicu kemarahan publik terhadap pemimpin AS dan negara Paman Sam itu secara keseluruhan.
Artinya, dengan sikap AS tersebut maka narasi China untuk merusak kredibilitas AS akan menyebar secepat penyebaran virus corona itu sendiri yang memang berasal di Wuhan tersebut.
Tentu AS juga tidak akan tinggal diam sebagaimana yang ditunjukkan Trump yang sering tidak bisa menyembunyikan kemarahannya kepada China sejak virus itu singgah di negaranya dan kini telah menewaskan lebih dari seribu orang.
Kenyataan inilah pada akhirnya yang akan memunculkan perang baru, perang opini di antara kedua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di muka Bumi setelah perang dagang mengalami “gencatan senjata”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel