Bisnis.com, JAKARTA - Wabah virus corona atau Covid-19 diprediksi bisa hilang di Indonesia pada 10 Juni 2020 asalkan pemerintah mau melakukan karantina total atau lockdown.
Namun jika tidak, Indonesia bisa jatuh dalam fase di mana penyebaran Covid-19 sulit dikendalikan setelah 10 Juni. Kesimpulan itu muncul dalam simulasi yang dilakukan oleh pakar matematika Fakultas MIPA UNS Solo, Dr Sutanto Sastraredja.
Dia dan mahasiswanya membuat simulasi menggunakan persamaan deferensial berdasarkan kecepatan bertambahnya kasus positif corona di Indonesia selama ini.
Simulasi ini sekaligus menjawab perdebatan tentang kebijakan lockdown di Indonesia dan pemerintah pusat yang masih gamang mengambil keputusan.
Lockdown memang berdampak besar bagi perekonomian, namun hanya sementara dan dinilai efektif menghentikan wabah dalam waktu lebih singkat.
"Saat ini di Indonesia tingkat kematian pasien Covid-19 cukup tinggi, mulai dari 8,4 persen dan kemarin tembus angka 9, kemarinnya lagi turun di 8,6 persen. Artinya orang yang sehat, hidupnya damai waktu itu, tiba-tiba dia terinfeksi tapi tidak mengetahui. Hingga akhirnya ketahuan di saat sakitnya udah parah dan meninggal," kata Sutanto dalam video presentasinya yang diunggah di akun Facebook Sutanto Sastraredja, Selasa (24/3/2020).
Di sinilah akar masalah mengapa penularan Covid-19 di Indonesia sangat cepat dan angka kematiannya cukup tinggi. Yang berbahaya adalah seseorang terinfeksi, namun belum menyadari dan menularkan virus ke orang-orang sehat. Faktor inilah yang membuat wabah virus corona di Indonesia sulit hilang.
Artinya, menurut Sutanto, hubungan atara tingkat kematian pasien yang tinggi dan tingkat penyebaran sangat berkorelasi kuat.
4 Kelompok Masyarakat
Dalam simulasi, Sutanto dan timnya membagi kondisi masyarakat menjadi 4, yaitu susceptible (rentan), infected (terinfeksi), quarantined (dikarantina), dan recovered (sembuh).
"Pertama susceptible (S), yaitu orang sehat yang rentan terinfeksi Covid-19. Di mana terinfeksi ini sangat dipengaruhi laju kontak yaitu Beta. Kalau Beta ini besar, artinya orang sering bertemu. Orang sering berkerumun, melakukan event bersama berkelompok, maka betanya besar. Akan ada banyak orang pindah menjadi I atau terinfeksi," jelas Sutanto.
Orang yang terinfeksi (infected/I) ada yang meninggal namun ada juga yang sembuh (recovered/R). Orang yang terinfeksi ini harus dikarantina total (quarantined/Q).
Namun besarnya angka karantina ini tergantung kemampuan negara dan masyarakat untuk mengisolasi diri agar tidak terinfeksi dari orang lain.
Menurut Sutanto, penyelesaian pandemi corona ini tergantung pada kecepatan karantina (Alfa) dan kecepatan penularan (Beta).
Jika nilai Alfa besar, artinya banyak orang terinfeksi yang masuk karantina total. Pascaperawatan, orang yang sembuh kemungkinan juga masih rentan terkena virus. Namun, dengan karantina, dia bisa dihindarkan dari infeksi baru (berulang).
"Inilah desain dari state perpindahan dari orang yang susceptible, infected, karantina, dan recovery," kata Sutanto.
Prediksi Terinfeksi 6,6 Juta Orang
Berdasarkan simulasi Sutanto itu, total orang terinfeksi mencapai 2,5 persen dari penduduk sebuah kota atau negara. Artinya dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa, jumlah total orang terinfeksi virus corona di Indonesia pada pertengahan Mei mencapai 6.600.000 orang.
"Dan kemudian akan menurun [belum hilang], dan kami hanya melakukan revisi sampai 10 Juni atau 100 hari sejak virus corona ada di Indonesia. Artinya kalau kondisi seperti ini dijalankan, diterus-teruskan, maka virus [wabah corona] tetap belum akan hilang [pada 10 Juni 2020], tetapi sempat menurun," jelas Sutanto.
Sutanto menyarankan percepatan karantina. Kecepatan karantina (Alfa) harus bisa mengejar laju kontak atau penularan (Beta). Semakin tinggi jumlah orang bertemu atau kontak, maka nilai Beta semakin besar. Sebaliknya jika semakin cepat karantina, nilai Alfa semakin tinggi.
"Dari simulasi yg kita bikin, Indonesia itu bisa hilang kok virusnya, asalkan perbandingan beta dan alfa harus di garis pink ini. Jika tidak, maka akan masuk ke kuadran I atau kuadran II," terangnya.
Jika laju Alfa lebih tinggi daripada Beta, maka virus corona akan lebih cepat hilang dari Indonesia. Sebaliknya, jika laju Beta lebih tinggi daripada Alfa, maka wabah virus corona itu belum hilang di Indonesia setelah 10 Juni 2020.
Untuk mempercepat laju Alfa, Sutanto menyarankan beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah.
"Pertama rapid test. Segera pisahkan mereka yang benar-benar positif terkena virus dan mereka yang sehat. Setelah itu masukkkan ke RS rujukan atau wisma atlet senayan yang sudah diubah jadi RS, itu namanya mempercepat laju Alfa.
Yang kedua adalah menekan orang yang masih sehat untuk tinggal di dalam rumah. Tujuannya agar laju Beta berada di bawah titik 1,0, atau 0,9 dalam grafik di atas. Jika laju Beta masih di bawah 0,9 dan Alfa diperbesar, maka wabah virus corona di Indonesia akan hilang sebelum 10 Juni.
"Kalau tidak, selamat tinggal. Kita akan masuk ke kuadran II dan ini sangat berbahaya bagi Indonesia," ujarnya.
"Maka silakan ekonom, para dokter, para medis, tidak perlu berdebat, sekarang kita bekerja, kita pilih kuadran 1 lebih cepat. Ekonomi akan lebih baik sementara dunia medis tidak akan capai dan benar-benar bekerja keras seperti yang kita lihat," pungkasnya.