Bisnis.com, JAKARTA - Di beberapa rumah sakit di Spanyol, dokter dan perawat mengenakan kantong sampah plastik untuk melindungi lengan selagi bekerja menangani pasien virus corona. Para petugas medis itu kehabisan jas pelindung sekali pakai.
Selain itu, kacamata plastik yang mereka gunakan juga memiliki kualitas buruk sehingga sulit untuk melihat di tengah kesibukan menyuntik dan menemukan pembuluh darah pasien.
Salah satu yang mengalami hal itu yakni Samantha Gonzalez, seorang perawat berusia 52 tahun yang bekerja di ruang gawat darurat di Rumah sakit Txagorritxu di Kota Basque Vitoria, Spanyol.
"Ini adalah perang," kata Gonzalez, dilansir Bloomberg, Sabtu (11/3/2020).
Italia
Selain itu, rumah sakit utama di Bergamo, Italia utara, sedang berjuang menangani arus pasien disaat para petugas medis juga jatuh sakit. Pihak berwenang berusaha untuk memindahkan pasien virus yang paling tidak serius ke panti jompo lokal yang dilengkapi dengan peralatan oksigen, setelah memindahkan lansia ke hotel.
"Hanya di departemen nefrologi, tiga dari 13 rekan saya jatuh sakit, salah satunya serius. Ini adalah situasi yang menakutkan dan mengerikan," kata Giuseppe Remuzzi, mantan kepala departemen kedokteran di rumah sakit Papa Giovanni XXIII di Bergamo yang telah bergabung dalam upaya penanggulangan wabah corona.
Italia menyalip China sebagai pusat pandemi virus corona yang paling mematikan. Sedangkan di Spanyol, layanan kesehatan membeludak dengan situasi yang belum pernah terjadi.
Kedua negara itu berusaha mengatasi krisisdan menjadi pelajaran yang mengkhawatirkan bagi negara-negara Eropa lainnya. Dokter dan perawat tertular saat memberi perawatan bagi pasien virus corona.
Di seluruh Eropa, dari Inggris hingga Yunani, rumah sakit membatasi kapasitasnya, membatalkan prosedur dan penunjukan yang tidak mendesak dan dalam beberapa kasus mempertahankan layanan pertolongan pertama hanya untuk keadaan darurat yang paling serius. Pemerintah telah menutup sekolah, bar dan restoran dalam upaya memecah keramaian dan menghentikan penularan virus.
"Seperti negara-negara Eropa lainnya, Italia tidak sepenuhnya siap untuk virus corona," kata Giovanni Rezza, kepala departemen penyakit menular di Superior Health Institute, otoritas kesehatan nasional negara tersebut di Roma.
Rezza melanjutkan, dalam waktu dua minggu Italia akan mengetahui apakah lockdown nasional dan aturan jarak sosial akan berdampak atau tidak.
"Lockdown itu hanya menunda penyebaran epidemi, tetapi sementara itu kami harus melengkapi rumah sakit dengan tempat perawatan yang lebih intensif, bahkan di Lombardy yang merupakan salah satu daerah dengan perlengkapan terbaik di Eropa," katanya.
Provinsi Bergamo, Italia, yang mencatatkan kasus pertama pada akhir Februari, kini memiliki lebih dari 3.000 kasus, menjadikannya provinsi yang paling parah di Lombardy, wilayah Italia yang paling terkena dampak. Beberapa pasien dipindahkan ke wilayah Italia lainnya. Pusat pengobatan baru untuk kasus virus sedang didirikan di kota-kota termasuk Milan dan Roma.
"Kami telah menggunakan semua tempat perawatan intensif yang kami siapkan untuk bencana alam. Sekarang kami telah mencapai batasnya. Pasien datang karena stroke atau pendarahan, dan hanya setelah itu kami mengetahui bahwa mereka positif corona," kata Remuzzi, Direktur Institut Penelitian Mario Negri.
Hal itu merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi staf rumah sakit. Para dokter menyatakan ketakutan akan kontaminasi virus dari pasien. Di Italia, 8 persen dari seluruh kasus Covid-19 menimpa petugas medis.