Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ditantang untuk membuktikan perkara pidana yang telah dilakukan Nurhadi.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir meminta KPK membuktikan perbuatan pidana yang dilakukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
KPK telah menetapkan Nurhadi (NHD) bersama Rezky Herbiyono (RHE), swasta atau menantunya, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada 2011-2016.
"Sesungguhnya yang paling penting KPK wajib membuktikan perbuatan yang dilakukan oleh Nurhadi yang dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana suap," ucap Mudzakir melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Sebelumnya, kata dia, KPK sudah bertahun-tahun tidak memperoleh bukti perbuatan Nurhadi yang masuk sebagai perbuatan tindak pidana korupsi (tipikor).
"Tetapi tiba-tiba empat hari jelang serah terima jabatan KPK kepada pengurus baru, KPK tetapkan Nurhadi sebagai tersangka. Nah komisioner baru tersebut seharusnya mempelajari lagi bukti yang diajukan oleh komisioner sebelumnya agar tidak menjadi 'bola panas' dan karena kegagalan membuktikan tipikor Nurhadi," tuturnya.
Baca Juga
KPK pada 16 Desember 2019 menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Sedangkan pimpinan KPK periode 2019-2023 dilantik pada 20 Desember 2019.
Mudzakir juga menyoroti soal penetapan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Nurhadi.
"Jika hari ini Nurhadi masuk DPO, rasanya kurang tepat. Nurhadi sebelumnya kooperatif dan dipanggil selalu datang, setelah tiba-tiba ditetapkan tersangka menjadi tidak kooperatif. Sebaiknya KPK buktikan dulu perbuatan Nurhadi yang mana sebagai tindak pidana," ujar dia.
Oleh karena itu, kata dia, KPK harus bisa membuktikan perbuatan tipikor oleh Nurhadi disertai dengan alat bukti yang sah baik perolehan atau kualitasnya maupun kuantitasnya.
"Kalau perbuatan menantunya yang join bisnis secara hukum bisnis menjadi tanggung jawab menantunya, tidak dapat ditafsirkan secara asumsi sebagai tipikor suap. Memang ada larangan dalam hukum menantu pejabat, hakim, komisioner KPK melakukan hubungan hukum bisnis?" kata Mudzakir.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.