Bisnis.com, JAKARTA - Polri mendesak kuasa hukum buronan Nurhadi, Maqdir Ismail untuk besikap kooperatif. Permintaan ini merujuk pada usaha membantu Polri menyerahkan kliennya ke KPK agar dapat diproses hukum.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra, mengatakan bahwa semua pihak, baik penasihat hukum hingga keluarga DPO, harus kooperatif dan membantu penyidik menyerahkan tersangka Nurhadi ke KPK. Menurut Asep, Polri berhak memproses hukum siapapun yang diduga menyembunyikan buronan maupun menghalang-halangi penyidikan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 221 KUHP. Pasal tersebut mengatur perihal hukuman pidana bagi seseorang yang menyembunyikan pelaku kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan.
"Semua pihak diharapkan dapat membantu kehadiran saudara Nurhadi. Termasuk kuasa hukum maupun keluarga. Jika tidak, ada Pasal 221 yang mengatur untuk proses pidananya," tuturnya, Rabu (19/2/2020).
Sebelumnya, KPK menetapkan status DPO kepada tersangka kasus tindak pidana gratifikasi dan suap dalam pelaksanaan perkara di Mahkamah Agung, Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto. KPK telah minta bantuan Polisi untuk mencari ketiga orang itu.
Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Hiendra lewat Rezky. Suap tersebut untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi juga diduga menerima sembilan lembar cek dari Hiendra terkait peninjauan kembali (PK) perkara di MA.
Pada kasus gratifikasi tersebut, Nurhadi diduga mengantongi Rp12,9 miliar dalam kurun waktu Oktober 2014-Agustus 2016. Gratifikasi diduga terkait pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di Mahkamah Agung, serta untuk permohonan perwalian.
Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.