Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah merumuskan lima langkah strategis mencegah kenaikan prevalensi perkawinan anak agar mencapai target penurunan 8,74% pada 2024.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menegaskan pencegahan perkawinan anak merupakan bentuk perlindungan terhadap hak anak untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, praktik perkawinan anak di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 3,5%.
Suharso menyebutkan bahwa penurunan ini masih tergolong lambat dan diperlukan upaya yang sistemis dan terpadu untuk mencapai target sebesar 8,74% pada 2024 dan menjadi 6,94% pada 2030. Dia berharap Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Tujuannya bekerja bersama dalam menyelesaikan isu kompleks perkawinan anak,” jelas Suharso dalam keterangan resmi, Selasa (4/2/2020).
Panduan strategis ini bertujuan untuk menyampaikan data terbaru perkawinan anak dan faktor yang mempengaruhinya serta strategi yang perlu dilakukan untuk pencegahannya.
Dibutuhkan komitmen semua instansi dalam upaya pencegahan perkawinan anak. Perkawinan anak merupakan persoalan multidimensi yang meliputi kemiskinan, kondisi geografi, kurangnya akses terhadap pendidikan dan ketidaksetaraan gender.
Baca Juga
Perkawinan pada anak menjadi pemantik kemiskinan/foto.ilustrasi
Konflik yang sering dihadapi dalam perkawinan anak adalah persoalan sosial dan bencana, ketiadaan akses terhadap layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif, norma sosial yang menguatkan stereotipe gender tertentu. Misalnya perempuan seharusnya menikah muda, dan budaya sebagai contoh intepretasi agama dan tradisi lokal.
Sejumlah hal itu adalah faktor-faktor yang ditengarai berkontribusi terhadap masih tingginya prevalensi perkawinan anak di Indonesia.
Berdasarkan Laporan Pencegahan Perkawinan Anak yang disusun oleh BPS bersama dengan UNICEF dan PUSKAPA UI memperbaharui data terkait perkawinan anak dan faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan pekerjaan.
Data tersebut dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan dan strategi pencegahan perkawinan anak.
Bappenas menjamin dalam strategi pembangunan ke depan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, masalah perkawinan anak menjadi salah satu indikator prioritas nasional.
Masalah ini juga terkait Program Prioritas Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda. Sehingga, angka perkawinan anak ditargetkan turun dari 11,2% pada 2018 menjadi 8,74% pada 2024.
"Dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan angka perkawinan anak diproyeksikan terus menurun sampai 6,94% di akhir 2030.” tegas Suharso.
Dalam dokumen Stranas PPA terdapat lima strategi mencapai penurunan prevalensi perkawinan anak. Pertama, optimalisasi kapasitas anak untuk memastikan anak memiliki resiliensi dan mampu menjadi agen perubahan.
Kedua, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak untuk membangun nilai, norma dan cara pandang yang mencegah perkawinan anak.
Ketiga, aksesibilitas dan perluasan layanan untuk menjamin anak mendapat layanan dasar komprehensif untuk kesejahteraan anak terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Keempat, penguatan regulasi dan kelembagaan untuk menjamin pelaksanaan dan penegakan regulasi terkait pencegahan perkawinan anak dan meningkatkan kapasitas dan optimalisasi tata kelola kelembagaan. Kelima, penguatan koordinasi pemangku kepentingan untuk meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan anak.