Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Filipina Anggarkan US$7,5 Miliar untuk Atasi Macet

Filipina berencana untuk membangun jalan dan jembatan senilai 380 miliar peso atau sebesar US$7,5 miliar guna memecahkan kemacetan di jalan raya ibukota Manila, terparah di dunia.
Ilustrasi kemacetan/ANTARA-Aprillio Akbar
Ilustrasi kemacetan/ANTARA-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA -- Filipina berencana untuk membangun jalan dan jembatan senilai 380 miliar peso atau sebesar US$7,5 miliar guna memecahkan kemacetan di jalan raya ibukota Manila, terparah di dunia.

Setiap hari ada lebih dari 400.000 kendaraan melewati jalan utama Manila yang disebut EDSA. Presiden Filipina Rodrigo Duterte menetapkan target untuk mengurangi sepertiga dari jumlah tersebut sebelum masa enam tahun kepemimpinannya berakhir pada 2022.

Menurut Menteri Pekerjaan Umum Mark Villar, langkah yang akan diambil pemerintah di antaranya membangun rute alternatif.

Kemacetan jalan telah menjadi kendala ekonomi bagi Filipina, menyebabkan kerugian tahunan US$18 miliar berdasarkan perkiraan Asian Development Bank.

Wilayah ibukota Filipina disebut oleh Waze sebagai kota terburuk di dunia bagi pengendara pada tahun lalu.

“Hanya pada masa Presiden Duterte kita dapat melihat rencana ambisius ini untuk memecah rendahnya investasi infrastruktur kita,” kata Villar dalam sebuah forum, dikutip melalui Bloomberg, Jumat (17/1).

Di samping rencana pembangunan ini, sebuah jalan tol dengan nilai pembangunan 37,4 miliar peso akan dibuka pada kuartal ini yang diharapkan dapat memangkas waktu perjalanan dari utara ke selatan dari 2 jam menjadi 15 menit.

Perusahaan seperti San Miguel Corp juga mengusulkan solusi untuk lalu lintas Manila, seperti jalan layang bebas hambatan di sepanjang jalur EDSA.

Ketika Duterte menjabat pada tahun 2016, dia menjanjikan US$165 miliar dalam pengeluaran untuk membangun jalan dan jalur kereta api di seluruh negeri.

Program ini terdiri dari 75 proyek utama, termasuk kereta api yang membentang sepanjang Luzon, pulau utama negara itu, bersama dengan ribuan proyek lain yang lebih kecil seperti sekolah, yang sebagian besar didanai dari pinjaman pembangunan dan anggaran pemerintah.

Setengah jalan menuju enam tahun masa kepresidenannya, hanya dua dari proyek-proyek utama yang telah selesai.

Sebagian besar mengalami keterlambatan birokrasi, atau menghadapi masalah seperti pembelian tanah dan pembiayaan.

Sekarang Duterte sedang memperbaiki rencana pembangunan dan memberikan pangsa yang lebih besar bagi perusahaan swasta untuk ambil andil dalam pengerjaan proyek yang sebelumnya dipimpim secara independen namun kerap terhambat risiko pendanaan dan penundaan.

Kesenjangan infrastruktur sangat besar di seluruh negara berkembang di Asia, di mana Asian Development Bank memperkirakan kawasan ini membutuhkan investasi senilai US$26 triliun hingga 2030 untuk mengatasi kemacetan dan menjaga pertumbuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper