Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum lagi menggelar operasi tangkap tangan (OTT) sejak berlakunya undang-undang baru KPK pada 17 Oktober lalu.
Kondisi ini justru berbanding terbalik jelang revisi undang-undang tersebut berlaku. Dalam satu waktu, lembaga itu pernah menggelar OTT tiga kali dalam 2 hari. Alhasil, dua kepala daerah terjaring dan ditetapkan sebagai tersangka sekaligus.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa UU baru No. 19 tahun 2019 tentang KPK bukanlah salah satu penghambat tidak adanya OTT.
"Bukan, bukan [karena] UU, sama sekali bukan karena UU. Kalau UU-nya masih mengizinkan, apalagi transisi UU berlaku dua tahun, jadi kalau kemarin ada yang matang, ya, bisa saja [OTT], tapi kemarin tidak ada yang matang," katanya, Rabu (18/12/2019).
Agus mengaku penyebab belum adanya OTT lantaran ada sedikit permasalahan teknis pada dua minggu lalu yang mengharuskan pergantian server sehingga membuat aktivitas penyadapan melalui surat perintah penyadapan tidak efektif.
"Tapi sebetulnya hari-hari ini sudah berjalan lagi. Mestinya kalau ada kasus bisa saja hari ini terjadi. Ada mestinya [OTT], tapi saya juga berharap mestinya ke depan itu membangun kasus lebih menimbul, banyak artinya dibanding OTT," katanya.
Agus juga mengaku bahwa ke depan lembaga antirasuah harus difokuskan pada metode case building atau pengembangan kasus sehingga tidak melulu melalui OTT. Terlebih, jika ada data pendukung dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Di sisi lain, Agus tak memungkiri bahwa OTT bisa saja kembali dilakukan sepanjang ada temuan yang cukup terkait dugaan korupsi.
"Ya mungkin bisa saja nanti sebentar lagi."
Terpisah, Peneliti Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko sebelumnya memaklumi kinerja di bawah Deputi Penindakan KPK belum bertaji.
"Terkait hingga saat ini belum ada penindakan atau keraguan bagi KPK tentu menjadi sebuah hal yang wajar," ujar Wawan kepada Bisnis, Rabu (27/11/2019).
Dalam pandangannya, adanya disharmorni dan kontradiksi di Pasal 69D dengan 70C di pasal baru KPK menjadi salah satu persoalan yang dihadapi secara bersamaan.
Pasal 69D menyebutkan sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini.
Hanya saja, pada Pasal 70C disebutkan pada saat UU ini berlaku semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU baru.
"Ini menjadi salah satu kegamangan KPK dalam melakukan penindakan."
Menurut Wawan, KPK sejauh ini hanya menyelesaikan dan menuntaskan beberapa perkara hasil dari pengembangan suatu perkara yang sudah ditangani.