Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tujuh anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019 pada Kamis (5/12/2019).
Mereka akan diperiksa terkait dengan kasus dugaan suap proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim yang menjerat Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
Adapun anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019 yang dipanggil hari ini adalah Umam Pajri, Wilian Husin, Mardiansyah, Irul, Elizon, Tjik Melan, dan Misran.
"Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AY [Ahmad Yani]," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (5/1/2019).
Selain itu, penyidik juga secara bersamaan memanggil Plt Kadis PUPR Muara Enim, Ramlan Suryadi, untuk jadi saksi tersangka Ahmad Yani.
Pemanggilan para anggota DPRD Kab. Muara Enim periode 2014-2019 hari ini menyusul para anggota parlemen periode itu yang lebih dulu dipanggil penyidik KPK.
Baca Juga
Penyidik saat ini tengah tengah mendalami terkait dengan dugaan aliran dana kepada pihak lain di eksekutif atau legislatif di Kabupaten Muara Enim.
Dalam perkara ini, Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani; seorang swasta dari PT Enra Sari, Robi Okta Fahlefi; serta Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kab. Muara Enim Elfin Muhtar ditetapkan sebagai tersangka.
Diduga, Ahmad Yani menerima suap senilai US$35.000 terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim. Dalam pelaksanaan pengadaan proyek tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10 persen.
Diduga Ahmad Yani meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Elfin Muhtar.
Robi Okta yang merupakan pemilik perusahaan kontraktor PT Enra Sari, bersedia memberikan commitment fee 10%. Kemudian, perusahannya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.
Tersangka Elfin Muhtar kemudian meminta tersangka Robi agar menyiapkan uang dalam pecahan dolar Amerika Serikat dengan kode “lima kosong kosong”.
Selain uang US$35.000, tim KPK juga mengidentifikasi adanya dugaan penerimaan yang sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp13,4 miliar.
Uang itu diduga sebagai fee yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.
Atas perbuatannya, Ahmad Yani dan Elfin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Robi, disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.