Bisnis.com, JAKARTA - Majelis hakim tindak pidana korupsi Jakarta Pusat memberikan hukuman tambahan terhadap mantan anggota DPR dari fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Bowo Sidik Pangarso sebelumnya divonis lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider empat bulungan kurungan lantaran terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait jabatan.
"Menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak pilih dalam jabatan politik selama empat tahun yang dihitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ujar Ketua Majelis Hakim Yanto dalam amar putusannya di pengadilan tipikor Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019).
Putusan hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yang menuntut pencabutan hak politik Bowo selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Bowo Sidik sebelumnya terbukti menerima suap terkait dengan kerja sama angkutan jasa pelayaran atau sewa menyewa kapal antara PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).
Bowo menerima suap dari Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono dan General Manager Komersial PT HTK Asty Winasty.
Suap tersebut diterima Bowo melalui orang kepercayaannya sekaligus Direktur Keuangan PT Inersia Ampak Engineers perusahaan milik Bowo bernama M. Indung Andriani.
Uang itu diterima Bowo agar membantu pihak HTK kembali mendapatkan kerja sama kembali pekerjaan pengangkutan atau sewa-menyewa kapal dengan PT Pilog.
Hakim menyatakan bahwa hal yang memberatkan pada perbuatan Bowo Sidik adalah tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara hal yang meringankan, Bowo berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, kooperatif, mengakui dan menyesali perbuatannya serta mengembalikan seluruh uang hasil korupsinya.
Vonis ini sebetulnya lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK selama 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hakim dalam putusannya juga memerintahkan jaksa mengembalikan uang sebesar Rp52.095.966 yang merupakan uang kelebihan dalam pembayaran pengembalian hasil korupsinya.
Secara keseluruhan, Bowo Sidik dalam perkara ini menerima suap sebesar US$163.733 dan Rp311,02 juta.
Bowo juga menerima Rp300 juta dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera, Lamidi Jimat terkait bantuan mendapatkan proyek penyediaan BBM dan penagihan piutang PT Djakarta Llyod senilai Rp2 miliar.
Selain itu, Bowo menerima gratifikasi 700 ribu dolar Singapura dan Rp600 juta dari sejumlah sumber dengan nilai yang bervariasi yang berlangsung sejak 2016 saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII dan anggota Badan Anggaran DPR (Banggar).
Pertama, 250.000 dolar Singapura terkait dengan pengusulan Kabupaten Kepulauan Meranti agar mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK fisik APBN 2016.
Kemudian, Rp600 juta terkait pembahasan program pengembangan pasar tahun anggaran 2017.
Selain itu, gratifikasi senilai 50.000 dolar Singapura pada saat penyelenggaran Munas Partai Golkar untuk pemilihan ketua umum periode 2016—2019 di Denpasar, Bali.
Kemudian, sebesar 200.000 dolar Singapura terkait dengan Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas. Terakhir, sebesar 200.000 dolar Singapura terkait dengan posisi seseorang di BUMN yaitu PT PLN (Persero).
Atas putusan itu, baik Bowo Sidik maupun jaksa penuntut umun meminta waktu pikir-pikir selama 7 hari apakah akan melakukan banding atau tidak.
Atas perbuatannya, Bowo dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terkait penerimaan gratifikasi, Bowo juga terbukti melanggar Pasal 12 B ayat (1) UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.