Bisnis.com, JAKARTA--Sebuah laporan dari UBS dan PricewaterhouseCoopers menunjukkan kekayaan orang-orang terkaya di dunia tahun lalu turun untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir. Hal ini dipicu oleh adanya gejolak geopolitik dan pasar ekuitas yang fluktuatif.
Dilansir dari Reuters, Jumat (8/11/2019), laporan tersebut menemukan bahwa kekayaan para miliarder turun senilai US$388 miliar secara global menjadi US$8,539 triliun. Penurunan tajam terutama terjadi di China, rumah terbesar kedua para miliarder setelah Amerika Serikat, dan wilayah Asia-Pasifik.
Bank-bank swasta termasuk pengelola kekayaan terbesar di dunia, UBS, merasakan dampak dari ketegangan perang dagang AS-China dan ketidakpastian politik global. Itu terjadi ketika para klien tahun lalu menjauh dari perdagangan dan mengambil utang untuk menyimpan lebih banyak uang.
"Kekayaan miliarder merosot pada 2018 untuk pertama kalinya sejak 2008 karena geopolitik," ujar Head UBS Ultra High Net Worth Josef Stadler.
Kekayaan bersih orang terkaya di China turun 12,8 persen dalam dolar karena merosotnya pasar saham dan melemahnya mata uang lokal. Hal itu ditambah melambatnya pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu pada 2018 hingga ke level terendah dalam hampir tiga dekade.
Meskipun turun, kata Stadler, China terus menghasilkan miliarder baru setiap 2-2,5 hari.
Laporan tersebut juga menunjukkan jumlah miliarder turun di seluruh dunia, kecuali di Amerika. Pengusaha teknologi terus meningkatkan peringkat orang terkaya di Amerika Serikat.
"Laporan ini menunjukkan ketahanan ekonomi AS, ada 749 miliarder pada akhir 2018," kata John Matthews, head of private wealth management dan ultra-high net worth business UBS Amerika Serikat.
Sementara pemulihan pasar saham dari penurunan tajam pada akhir 2018 telah membantu manajer kekayaan meningkatkan aset mereka, para keluarga terkaya di dunia tetap khawatir tentang situasi global, mulai dari isu ketegangan perang dagang dan Brexit hingga populisme dan perubahan iklim.
"Kemungkinan kekayaan miliarder akan naik lagi tahun ini," kata Simon Smiles, kepala investasi UBS untuk klien ultra-kaya.