Bisnis.com, JAKARTA - Pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai akan mengalami masa suram dengan dipretelinya kesempatan KPK untuk melakukan penindakan.
Upaya pencegahan korupsi tanpa diiringi dengan mekanisme penindakan dinilai sebagai hal yang keliru lantaran tidak akan menimbulkan efek jera.
Apalagi dengan mulai berlakunya UU baru Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu UU No. 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa berubah menjadi lembaga pencegahan korupsi.
Terlebih, Presiden Joko Widodo mengisyaratkan tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) KPK dalam waktu dekat demi menghormati proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.
"Logika pertama, Perppu gak keluar [maka] KPK akan menjadi lembaga pencegahan korupsi, karena penindakan sama sekali dipreteli," kata Bivitri, Minggu (3/11/2019).
Dalam UU baru KPK, kata dia, pimpinan KPK tak lagi sebagai penyidik dan penuntut umum seperti yang termaktub dalam Pasal 21. Bivitri mengatakan telah mencermati hal tersebut dan menilai fungsi penindakan KPK akan lemah.
"Penindakan itu yang tanda tangan bukan komisioner, tapi penyidik kepolisian dan kejaksaan sehingga KPK akan sangat lemah," kata dia.
Dengan demikian pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu menyebut bahwa pemberantasan korupsi ke depan akan terjun bebas dan berefek domino pada investasi, ekonomi, hingga kesejahteraan masyarakat.
"Indeks pemberantasan korupsi [ke depan] saya cukup yakin akan jeblok karena penindakan tidak akan baik," ujarnya.