Bisnis.com, JAKARTA – Korea Selatan akan meninggalkan status negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) setelah adanya tuduhan oleh pemerintahan Trump bahwa sejumlah negara mengambil keuntungan dari status tersebut.
Presiden Donald Trump pada bulan Juli menyebut Korea Selatan dalam daftar negara yang mengklaim status tersebut meskipun mereka termasuk di antara negara-negara terkaya di dunia.
Korea Selatan dianggap menggunakan status yang dideklarasikan sendiri untuk melindungi sektor pertaniannya. Korea mengenakan tarif lebih dari 500 persen untuk impor beras.
"Sulit untuk diakui lagi sebagai negara berkembang dalam masyarakat internasional mengingat status ekonomi kita," ungkap Menteri Keuangan Korea Selatan Hong Nam-ki pada pidato yang disiarkan secara nasional, seperti dikutip Bloomberg.
“Pemerintah akan melakukan apa saja untuk memberikan perlindungan maksimal di area pertanian sensitif seperti beras dalam negosiasi WTO di masa depan,” lanjutnya.
CHINA
Pengumuman Korea Selatan pada hari Jumat (25/10) kemungkinan akan menambah tekanan pada China untuk menanggalkan status yang sama. Trump telah berulang kali menyerukan ekonomi terbesar kedua di dunia itu untuk melepaskan hak istimewa yang diberikan oleh WTO.
"Ini adalah kemenangan bagi Trump yang menekan China," kata Cheong In-kyo, seorang profesor perdagangan internasional di Universitas Inha Korea Selatan. "Alasan China mempertahankan status negara berkembangnya semakin berkurang."
Trump di akun Twitter-nya mengatakan WTO telah dirusak oleh negara-negara terkaya di dunia yang mengklaim sebagai negara berkembang untuk menghindari aturan WTO dan mendapatkan perlakuan khusus.
“WTO dirusak ketika negara-negara ‘terkaya’ dunia mengklaim sebagai negara berkembang untuk menghindari aturan WTO dan mendapatkan perlakuan khusus. Tidak lagi!!! Hari ini saya mengarahkan Perwakilan Dagang AS untuk mengambil tindakan sehingga negara-negara tersebut berhenti mendiptakan sistem dengan mengorbankan AS!” ungkap Trump di akun Twitternya.
WTO memungkinkan negara-negara yang mengklaim status negara berkembang menikmati periode transisi yang lebih lama untuk menerapkan kesepakatan perdagangan dan perlindungan terhadap pembatasan impor darurat oleh negara-negara maju.
Dalam peringatan tindakan sepihak pada bulan Juli, Trump menyebut China, Brunei, Hong Kong, Kuwait, Makau, Qatar, Singapura, Uni Emirat Arab, Meksiko, Turki, dan Korea Selatan sebagai negara yang tidak layak mendapat status negara berkembang.
Sejak saat itu, Singapura mengatakan tidak akan mencari hak istimewa yang diberikan.