Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Komite II DPD, Yorrys Raweyai mengatakan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) bukan masalah baru sehingga dibutuhkan satu regulasi khusus berupa undang-undang tentang bagaimana pencegahan bencana tersebut.
Karena itu Komite II DPD, ujarnya, meminta inisiatif pemerintah untuk mengusulkan dan merumuskan undang-undang yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terus terjadi di Indonesia.
“Penanganan Karhutla selama ini dilakukan ketika terjadi kasus kebakaran, bukan pada aspek pencegahan. Untuk itu, perlu diatur dengan Undang-undang,” kata Yorrys di Gedung DPD, Senin (21/10.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang membahas pengawasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Menurut Yorrys saat ini Indonesia lebih membutuhkan regulasi tegas yang mengikat semua pihak dalam upaya pencegahan Karhutla. Pembahasan regulasi itu harus melibatkan semua sektor yang berkaitan dengan kawasan hutan dan lahan, baik dari sisi pengelolaan ataupun pelestarian.
“Kalau aturan itu dibebankan secara sektoral, maka itu bukan solusi. Apalagi dalam setiap Karhutla selalu melibatkan TNI/Polri, sehingga perlu membuat satu badan khusus yang menangani kebakaran hutan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite II, Bustami Zainudin, mengatakan kasus karhutla di Indonesia selalu berulang tiap tahun, namun tidak ada penanganan serius dari pemerintah.
Baca Juga
Dalam lima tahun terakhir, luas Karhutla secara nasional mencapai hampir 4,5 juta ha lebih. Kebakaran terbesar adalah tahun 2015 yang mencapai 3 juta ha, tahun 2016 seluas 438.363 ha, tahun 2017 mencapai 165.484 ha, tahun 2018 seluas 510.564 ha dan tahun 2019 350.000 ha.
“Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena Karhutla sudah menjadi bencana rutin setiap tahun, sementara penanganannya cenderung terlambat,” kata Bustami.
Menurut Bustami, kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Januari-September 2019 diperkirakan mencapai Rp66,3 triliun.